Labels

Monday, September 11, 2023

I Not Stupid (2002): Perasaan inferior kita terhadap orang bule (2)

 

Ok di part 1 jika kita membahas mengenai pendidikan yang ada di Singapura, maka di part 2 kita akan membahas tentang hal lain, yaitu tentang rasa rendah diri . Ups, maksudnya apa nih kok rendah diri. Rendah diri terhadap bangsa asing dalam hal ini adalah bule. Masa sih, negara seperti Singapura juga mengalami rasa rasa inferiority terhadap bangsa lain? Ya kalau dalam film ini jawabannya adalah ya. tapi ingat, film ini mengambil seting tahun 2000an awal, artinya bisa jadi sudah terjadi perubahan sosial di era sekarang dibanding yang dulu.

Di film ini ada sosok yang bernama John, Direktur kreatif baru di Perusahaan tempat ayah Kok Pin bekerja. Semua tentu menganggap bahwa orang asing ini memiliki kemampuan yang lebih baik daripada orang-orang lokal. Ekspektasi yang muncul dengan sendirinya. Namun, apa yang terjadi? Ternyata John ini mengambil ide dari ayah Kok Pin alias Mr. Liu kemudian mengaku-aku kalau itu merupakan idenya dan dicantumkan dalam proposalnya. Si bos yang bernama Mr. Kang pun hanya manggut-manggut saja, karena Mr. Kang sendiri digambarkan sebagai orang Chinese yang tidak bisa berbahasa mandarin dan sangat memuja (berlebihan tidak ya?) orang asing. Di matanya, orang asing ini pasti lebih baik. Isu yang beredar di kalangan pegawai mengatakan bahwa John hanyalah seniman FA di Amerika Serikat. Bagaimana mungkins eorang yang tidak ahli di bidangnya namun begitu datang ke Asia dalam hal ini Singapura langsung memiliki posisi penting?

Kalau dipikir-pikir, ternyata di Indonesia juga sering membaca atau mendengar hal seperti ini. Ada orang-orang asing yang bekerja di tempat kita dan ekspektasi kita sangat tinggi terhadap orang tersebut. Mau bagaimana lagi, bagi orang indonesia, orang bule pasti pintar, orang bule pasti kaya, semua kampus dari barat pasti bagus dan lain sebagainya. Makanya tanpa melihat benar-benar pekerjaan di tempat asalnya, bisa jadi begitu sampai di Indonesia langsung dipekerjakan di posisi yang tinggi. Begitu sudah bekerja, langsung terlihat bahwa dia tidak ada bedanya dengan orang lokal. Bahkan, bisa jadi orang-orang lokal memiliki kemampuan lebih baik daripada orang asing yang menduduki jabatan tinggi tersebut. Namun, apakah orang lokal bisa complain dengan ketidak kompetennya bos mereka yang merupakan orang asing tersebut? Ya tidak lah, paling orang-orang yang berada di level bawah hanya bisa menggerutu dan ngomel saja, dan berharap mata para owner dibukakan hatinya. Wkwkwkwkwkw

Konflik antara Mr. Khoo dengan Mr. Liu pun juga memengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Mr. Khoo untuk membantunya meningkatkan penjualan produk Ba Gua miliknya. Akibat kesalahpahaman diantara keduanya, Mr. Khoo pun setuju setuju saja dengan pandangan John akan hasil observasinya, walau apa yang dikatakan John sama persis dengan apa yang dikatakan oleh Mr. Liu. Faktor tidak suka dengan Mr. Liu membuat Mr. Khoo meyakini bahwa setiap ide dan saran yang dikatakan oleh John dianggap lebih baik dibandingkan apa yang dikatakan oleh Mr. Liu. Secara tidak sadar dalam suatu dialog, Mr. Khoo pun juga meyakini bahwa cara berpikir orang bule itu lebih baik daripada orang lokal untuk mendongkrak penjualan produknya.

Mr. Kang kemudian membuat suatu kompetisi barangsiapa yang bisa mendapatkan tender dari Perusahaan sampo yang sudah diincarnya, maka yang kalah harus mengundurkan diri. Pada scene ini, kembali lagi, pemikiran orang lokal pada akhirnya mengalami kekalahan. Dua ide, baik dari tim John maupun tim Ben, teman dari Mr. Liu sama-sama disukai oleh client, namun karena pertimbangan untuk dijual ke pasar internasional, maka ide dari John lah yang dianggap baik. Di bagian ini memang tidak dijelaskan seperti apa ide dari john sehingga lebih bisa diterima dibandingkan ide dari tim Mr. Liu, namun Perusahaan secara tidak langsung selalu berpikir bahwa kembali lagi, orang asing(dalam hal ini bule) dianggap lebih tau selera  pasar internasional dibandingkan selera orang lokal Singapura. Padahal untuk berhasil dalam memenangkan pasar internasional bisa jadi strategi tiap negara harus beda-beda. Nah, ini yang aku lihat betapa ide John saat mengerjakan proyek untuk Mr. Khoo melihat dari sudut pandang orang bule, bukan sudut pandang Masyarakat setempat.

Aku suka dengan tokoh Si Ben ini. Dia ingin membuktikan bahwa dia mampu memberikan hasil yang baik. Bagi orang singapura, kalau kamu mampu menduduki sebuah kedudukan, maka kamu harus membuktikan bahwa kamu layak menduduki jabatan itu, bukan karena kamu orang bule, orang asing, orang berpendidikan tinggi. Salah satu pembuktian itu adalah Ben berani bersaing dengan John untuk memenangkan tender dari Perusahaan Sampo. Ben sangat berkebalikan dengan Mr. Liu yang tidak ingin konfrontasi, berusaha ambil jalan aman. Sementara ben meledak-ledak, dia akan melakukan apa yang dia anggap benar. Dia tidak takut kehilangan pekerjaan karena dia tahu jika sangat berkualitas maka dia akan mudah mendapatkan pekerjaan baru. Mungkin karena usianya lebih muda dari Mr. Liu sehingga semangatnya masih meledak-ledak. Mr. Liu sendiri digambarkan tipe orang yang berusaha tidak mencari masalah, apalagi dia tidak bisa berbahasa inggris dengan baik dan secara tidak sadar membuat dia minder untuk konfrontasi secara langsung dengan John.

Ok, aku lanjut ke bagian John yang tidak memahami konsep berpikir orang lokal. Jadi, John membuat iklan promosi Ba Gua yang lebih ke arah barat cenderung menggoda secara seksual. Mr. Khoo asistennya tidak suka dengan bentuk iklan seperti itu, namun karena berpikir bahwa orang bule lebih paham, maka ya dia tetap menyerahkan sepenuhnya (dan berakhir gagal total yang membuat Perusahaan semakin mengalami penurunan). Belum lagi John ingin mengubah kemasan Ba Gua dengan warna perpaduan emas dan hitam. Sementara itu produk Ba Gua sebelumnya adalah dominan merah dan emas karena berkaitan dengan tahun baru Cina. Asistennya saja menganggap bungkus Ba Gua ide dari John seperti bungkus pembalut. Nah, John saat membuat ide ini tidak berpikir konsep lokal yang ada dalam Masyarakat Chinese, sehingga langsung ganti warna tanpa memahami filosofi apa yang ada di dalamnya. Modern boleh, tapi harus melihat filosofi di dalamnya bukan langsung membuat perubahan drastis tanpa makna.

Nah, bukankah kita semua di Indonesia juga sering tanpa sadar berpikir seperti itu? Berpikir bahwa orang bule pasti pintar, orang bule pasti kaya, dan lain sebagainya. Padahal kenyataannya, banyak juga orang bule yang miskin. Sering saya mendengar orang bule yang datang ke Bali banyak yang merupakan bule miskin, namun mereka tahu bahwa di Indonesia mereka akan dipandang tinggi kedudukannya karena warna kulit mereka, ras mereka. Bangsa ini mengalami rasa rendah diri karena sudah dijajah lama oleh colonial Barat, sama seperti orang Singapura yang sudah dijajah lama oleh Kolonial Inggris. Penjajahan lama membuat mindset penduduknya berpikiran bahwa orang barat pasti hebat, buktinya mereka mampu menaklukkan berbagai wilayah di seluruh dunia. Jadi, mari kita belajar dari mereka.

Bukan berarti kita tidak boleh belajar di negara barat maupun sama orang barat ya. maksudku, kita harus memfilter, kalaupun kita belajar, maka kita harus belajar kepada orang yang tepat, bukan belajar kepada orang yang hanya karena dari rasnya saja tanpa melihat kapasitasnya. Hmmm, tiba-tiba saya ingat betapa bangganya orang indonesia kalau bisa foto dengan orang bule, walau tidak kenal, yang penting bisa foto dengan orang bule. Saya melihat kayak gitu hanya berkata dalam hati, apaan sih harus segitunya. Apalagi kalau ada orang yang dengan bercanda mengatakan menikah dengan bule untuk memperbaiki keturunan. Saya langsung kaget, What the hell is that. Berarti orang lokal itu secara fisik jelek-jelek sehingga harus menikah dengan orang asing agar anak-anaknya jadi berpenampilan cakep. Maaf deh, saya tidak pernah mendewakan dan tidak tertarik untuk mendewakan orang-orang bule sih.

Di ending film ini, akhirnya strategi penjualan produk Ba Gua diubah setelah mendengarkan saran dari Mr. Liu. Bagaimana Mr. Liu melihat dari Masyarakat Singapura dan melibatkan anak muda agar Ba Gua ini tetap disukai, serta bungkus Ba Gua dikembalikan dengan bentuk semula dengan lebih dimodernisasi. Mr. Liu memberikan saran karena dia orang Singapura secara langsung dan paham kondisi pasar seperti apa, sementara John tidak melihat faktor itu, dia orang Amerika dan berusaha menyelesaikan dengan sudut pandang Masyarakat Amerika. Gimana, tertarik nonton film ini? Saya akan lanjut di part 3 ya. selamat menonton.

No comments:

Post a Comment