Labels

Monday, September 25, 2023

I Not Stupid (2002) : Bagaimana Kita Mendidik Anak Kita (4 end)

 


Ok, di part 4 ini merupakan bahasan yang terakhir dari rangkaian seri sebelumnya. Aku lebih fokus pada sosok Tery Khoo. Tery merupakan sosok anak yang sejak kecil selalu dimudahkan hidupnya oleh ibunya, oleh kekayaan keluarganya. Hal ini membuat dia menjadi anak yang tidak bisa apa-apa. Sekadar mengoleskan mentega di roti aja harus pembantu yang menyiapkan, pokok dia terima jadi dan tinggal makan. Tidak salah sih, karena keluarga Khoo juga keluarga yang kaya raya, Cuma endingnya ya kasihan juga saat Tery mau menolong Boon Hock untuk membawakan mie ke pelanggannya, endingnya dia terjatuh karena tidak terbiasa membawa barang seperti itu. Pada waktu ditangkap penjahat, dia disuruh membuat kopi saja dia tidak mampu. Dia tidak bisa apa-apa dan dia menangisi kebodohannya itu karena semua sudah tersedia tanpa dia berusaha apapun.

Mungkin di sini kita perlu berpikir, ada hal-hal yang anak harusnya bisa untuk melakukannya sendiri. Tidak semua hal harus disiapkan kepada anak-anak. Kita mungkin bisa mengatakan, aku punya duit, aku bisa bayar pembantu dan itu tugas mereka untuk mempersiapkan semua kebutuhan anak-anak. Ok, memang benar, namun hal-hal yang sifatnya basic perlu juga dilakukan oleh anak-anak agar mereka tidak menjadi kaget saat harus melakukan sendiri di luar rumah.

Tery merupakan gambaran anak-anak yang sangat penurut dan tunduk pada ibunya. Apapun yang dikatakan oleh ibunya akan dituruti termasuk hal-hal yang ekstrim saat Boon Hock mengatakan andaikan ibunya menyuruh makan kotoran apakah akan dia makan? Dia menjawab dia akan memakannya karena pasti akan dimasak sehingga menjadi lezat. Tidak salah sih, tapi ini merupakan kepatuhan yang membabi buta. Terry menjadi pribadi yang tidak memiliki pendapat. Semua pendapat harus selalu ibunya yang menentukan, sangat berbeda dengan kakaknya Selena yang memiliki pendapat sendiri dan selalu menentang ibunya. Karena sangat patuh, dia harus membiarkan teman-temannya tidak mendapatkan keadilan karena nasihat dari ibunya bahwa dia tidak boleh ikut campur urusan orang lain. Hal yang berakhir kerugian terhadap dua sobat karibnya saat terjadi konflik di sekolah. Bagaimana kita mendidik anak kita? Apakah kita mendidik agar mereka patuh terhadap kita tanpa perdebatan? Atau kita memberikan kebebasan berpendapat kepada mereka?jawaban tergantung teman-teman sendiri.

Tery saking patuhnya terhadap orang tuanya, dia bahkan diam saja dan menangis saat anak anak lain membulinya waktu ada pesta di rumahnya. Dia tidak memiliki inisiatif untuk melakukan pembalasan karena ibunya melarang untuk melakukan hal buruk pada anak-anak rekan bisnis ayahnya, walau itu merugikan Terry. Tindakan yang justru dibenci oleh kakaknya karena sebagai anak laki-laki, Terry hanya bisa menangis dan menangis saat diperlakukan dengan tidak adil. Untungnya karena persahabatan dengan dua temannya membuat dia mampu berpikir lebih lagi dan mampu melawan ketidak adilan di ending filmnya, wkwkwkwkwkwk.

Jika Tery merupakan anak yang sangat patuh terhadap ibunya, berbeda dengan Kok Pin. Kok pin berusaha untuk menyenangkan ibunya, namun dia tahu bahwa dia memang memiliki keterbatasan. Dia lebih fokus terhadap Pelajaran melukis. Sebuah Pelajaran yang disepelekan oleh banyak orang. Kita harus memahami bahwa ada Sembilan jenis kecerdasan manusia. Tidak semua orang hebat dalam kemampuan bahasa maupun matematika. Bisa jadi mereka hebat di bidang lain, misalnya melukis seperti yang dilakukan oleh Terry. Kita harus mengubah mindset bahwa kecerdasan yang terpenting adalah Mafia (matematika, fisika, kimia, jika di level SMA). Tidak semua orang bisa memiliki Sembilan kecerdasan ini. Kalau saya sih, yang terpenting bisa tuntas nilainya itu sudah cukup. Saat kita memiliki kelebihan di bidang lain, maka lebih baik kita fokus terhadap bidang tersebut karena bisa jadi bidang itu akan membawa kita keberhasilan di masa yang akan datang, seperti yang dilakukan Tery. Dengan kemampuan menggambarnya, dia mampu melukis wajah penjahat untuk diserahkan kepada polisi.

Sementara Boon Hock tipikal anak yang suka membantu orang tua. Dia tipikal anak yang menurutku tidak terlalu ambil pusing omongan orang, dia anak yang pemberani. Makanya saat sepupunya meremehkannya dia spontanitas melawan. Dia bukan tipe anak yang Cuma diam saja kalau diremehkan. Aku suka sih karakter anak ini di film ini. Dia juga anak yang berani ambil keputusan penting di saat-saat yang genting. Cara dia meningkatkan kemampuan matematikanya juga unik. Dia belajar dari gurunya, untuk belajar mencintai, mengenali Pelajaran tersebut, bukan langsung membencinya. Tak kenal maka tak sayang, mungkin itu istilah yang penting kali ya. hahahaha.

Dia sangat terinspirasi oleh Ms Lee, gurunya yang baru. Gurunya juga awalnya tidak menyukai Pelajaran matematika dan bahasa inggris. Semakin dia membenci Pelajaran bahasa inggris dan matematika, semakin buruk pula hasil yang dia peroleh. Ms Lee belajar untuk berteman dengan dua Pelajaran tadi, mengenal luar dan dalam dua Pelajaran tersebut. Aku paham, percuma kalau kita membenci Pelajaran tertentu. Dengan membenci Pelajaran tertentu, hal tersebut tidak akan hilang begitu saja. Kita tetap harus menghadapi Pelajaran tersebut. Dalam hidup kita tidak bisa lari dari masalah. Kita akan terus menemukan masalah tersebut. Pertanyaannya, kita mau belajar untuk menyelesaikan masalah atau lari dalam masalah. Menurutku ini bukan sekadar Pelajaran matematika dan bahasa inggris tapi juga Pelajaran kehidupan. Saat kita dihadapkan pada masalah, apakah kita berusaha lari dan terus lari dari masalah tersebut atau berusaha menyelesaikan. Saat kita mencoba lari dari masalah tersebut, bisa jadi kita akan terus dipertemukan pada masalah yang serupa karena memang itu bagian dari ujian hidup. Saat kita berhasil untuk melewati ujian tersebut maka kita lulus dan akan dihadapkan pada ujian yang baru.

Bayangkan kalau kita masih sekolah, terus kita benci pada Pelajaran matematika misalnya. Sampai kapan kita akan membencinya? Sehebat apapun kita di bidang sosial, atau di bidang menggambar, kita tetap akan bertemu Pelajaran matematika sampai setidaknya SMA. Daripada sibuk membenci matematika dan menghindari lebih baik belajar untuk memahami Pelajaran tersebut. Bukan kemudian kita menjadi ahli ya, kalau itu bukan bidang kita tetap saja sukar, namun setidaknya kita belajar untuk meningkatkan kemampuan diri pada bidang tersebut.

Karakter Ms Lee merupakan karakter guru idola. Dia merupakan guru yang peduli terhadap murid-muridnya. Berusaha untuk membela murid-muridnya. Dia berusaha untuk memberikan yang terbaik, termasuk memberikan Pelajaran tambahan bagi murid-muridnya yang tidak mampu dalam hal akademik. Bayangkan, mengajar dari pagi sampai siang terus masih harus memberikan Pelajaran tambahan bagiku itu merupakan sebuah bentuk loyalitas seorang guru terhadap muridnya. Ms. Lee juga merupakan guru yang tidak berusaha untuk menjatuhkan atau meremehkan muridnya. Dia memandang setiap murid pasti memiliki kelebihan dan sisi positif yang perlu ditonjolkan. Ada satu adegan dimana guru lain saat berdiskusi dengan Ms. Lee dia meremehkan para murid-murid kelas tertentu (EM3) sebagai kelas yang tidak ada masa depan. Hmmm bagiku sih itu merupakan sebuah hal yang tidak seharusnya dikatakan oleh guru (walau itu tidak di depan siswa). Saya sebagai pendidik yakin bahwa murid memiliki jalannya masing-masing ke depan yang bisa jadi guru guru tidak menyangka. Sebagai guru, lebih baik kita fokus untuk membantu siswa menjadi yang terbaik dari versinya sendiri.

Dan ending dari kisah film ini adalah, sekolah bisa jadi sekolah yang menakutkan, tapi disisi lain mereka juga menampilkan sisi humanisme. Saat Ibu Kok Pin membutuhkan donor sunsum tulang belakang, pihak sekolah terlibat dalam membantu informasi dan menengok di rumah sakit. Di adegan ini aku selalu berpikir, bahwa sekolah bukanlah tempat yang sangat amat menakutkan. Biar bagaimanapun mereka merupakan rumah kedua anak setelah rumahnya sendiri. Guru tetaplah guru yang berperan sebagai orang tua kedua bagi para siswa-siswanya dimana mereka sangat peduli terhadap anak didiknya. Jika Sekolah tidak mampu berperan sebagai rumah kedua siswa, terus siswa harus kemana? Hehehehe. Inilah ending dari review film I not stupid. Selamat menikmati.

 

No comments:

Post a Comment