Labels

Sunday, June 14, 2020

Kala Toilet jadi masalah yang berarti di India



Sudah lama saya ingin membuat tulisan tentang film India yang dirilis di tahun 2017 dengan judul Toilet Ek prem Katha dan disutradari olehShree Narayan Singh. Mengapa saya ingin membuat synopsis film ini, karena kritik sosialnya sangat terasa , tentu kritik social yang terjadi di India sana. Tapi beberapa bagian sangat relate dengan masyarakat di Indonesia terkait keyakinan dan birokrasi, hehehehe
Toilet, suatu hal yang terlihat sepele, tapi ternyata menjadi masalah yang sangat rumit di suatu desa di India karena berbenturan dengan keyakinan dan budaya.  Di bagian awal kita sudah disajikan dengan suatu budaya yang terlihat asing bagi kita, yaitu wanita wanita di malam hari rombongan pergi ke suatu tanah lapang yang agak jauh dari desa . Sementara itu tokoh utamanya, Keshav yang diperankan oleh Akshay Kumar , seorang bujang tua menikah dengan seekor kerbau (untuk mendatangkan keberuntungan). Pada adegan ini langsung bikin saya tertawa karena suatu budaya yang terlihat konyol (bagi masyarakat Indonesia tentu saja). Keshav sukar sekali untuk mendapatkan seorang istri karena syarat dari ayahnya,seorang pria dari golongan brahman, bahwa calon istrinya harus memiliki dua jempol di tangan kanannya atau keluarganya akan mendapatkan kesialan.

Keshav yang berpacaran dengan Jaya( yang diperankan oleh Bhumi Pednekar) akhirnya membuat trik dengan membuat jempol palsu agar bisa terjadi pernikahan. Masalah mulai muncul kala Jaya, yang berasal dari keluarga berpendidikan menyadari bahwa di rumah suaminya tidak ada toilet dan  di tengah malam (awal pagi sih lebih tepatnya karena pukul 4 pagi), dia dihampiri serombongan wanita di desanya untuk sama sama ke lapangan yang mereka sebut dengan pesta lota.
Jaya yang terbiasa untuk pergi ke toilet jadi merasa aneh dan dia butuh solusi karena dia tidak bisa buang air besar di lapangan luas semak semak . cara pertama ke rumah tetangga yang memiliki toilet karena ada neneknya yang sudah lumpuh/stroke. Tapi itu hanya sementara, kemudian tiap hari Jaya diatar ke kereta api yang lewat untuk ke toilet kereta api yang berhenti selama 7menit. Ini juga hanya sifatnya sementara.
Jaya merasa malu kalau dia harus ke semak semak dan kala ada laki laki yang lewat  dengan menyalakan lampu motor (kan malam) dia memang menutupi wajahnya tapi dia malu luar biasa karena terlihat bokongnya, termasuk saat ayahnya naik motor dan melihat dia lagi BAB di semak (walau ayahnya tidak tahu kalau itu dia,tapi pemikiran Jaya yang tidak terbiasa dengan hal itu yang membuat dirinya malu sendiri)
Jaya akhirnya melakukan pemberontakan dengan kembali ke rumah tuanya dan mengancam melakukan perceraian. Hal yang membikin marah desa tersebut karena selama ini memang tidak ada wanita yang bercerai di desa itu.Keinginan Jaya hanya sederhana, sebuah toilet di rumahnya, tapi hal yang tidak mungkin dikabulkan karena dalam tradisi agama di desa tersebut (bukan agama Hindu ya, karena ini banyak aliran) membangun toilet di rumah sama saja mengotori rumah tersebut. Hal yang sebenarnya sangat aneh karena para pria di desa itu bisa buang kecil di mana saja, di pagar tembok atau depan rumahnya, tapi kalau toilet dilarang.
Berbagai tekanan yang dilakukan tidak membuat Jaya mundur, bahkan Keshav yang semula menentangnya dan menginginkan dia untuk adaptasi dengan budaya di desa itu, akhirnya justru berusaha memenuhi keinginan Jaya. Aku suka dengan prinsip Jaya yang tidak mundur, karena Jaya melambangkan wanita modern dan berpendidikan tinggi. Jika dia sebagai pemberontak akhirnya menyerah maka akan dilihat oleh para wanita wanita lain bahwa setinggi apapun pendidikan pada akhirnya akan takluk pada budaya dan agama (terlepas dari tradisi itu benar atau tidak). Jaya disimbolkan sebagai wanita berpendidikan yang dianggap ingin lebih tinggi dari tradisi yang sudah mengakar ratusan tahun di desa tersebut.
Aku menyoroti banyak hal di film ini, bahwa di film ini, agama tidak untuk di perdebatkan. Suatu tradisi dan keyakinan harus diterima dengan mentah. Seperti toilet yang dilogika itu sangat dibutuhkan tapi berbenturan langsung dengan budaya. Dan ada suatu adegan di keluarga Jaya bagaimana ada tindakan pemerkosaan yang dilakukan di kawasan sana karena anak gadis saat pergi kelapangan jauh dari rumah akhirnya justru diculik dan diperkosa. Pada akhirnya yang menjadi korban dari masalah toilet ini adalah para wanita. Tapi seperti di negara negara lain, aku melihat di film itu bagaimana wanita justru mendukung budaya yang sebenarnya merugikan mereka sendiri (walau di akhir film mereka kompak melakukan pemberontakan sepertihalnya Jaya sih). Yah, aku melihat wanita sebagai kelompok kelas dua yang hanya mengikuti apa kata pemimpin desa (yang pasti laki-laki)
Aku juga menyoroti kalangan pemuka agama, saat ada musyawarah desa unuk memutuskan apakah mereka diijinkan untuk membangun toilet atau tidak, pemuka desa menggunakan dalil dalil agama dengan Bahasa sansekerta (yang hampir tidak semua orang paham Bahasa tersebut). Hmmmm aku jadi ingat ,kritik ini pas sekali , mungkin juga di Indonesia bagaimana Bahasa tertentu di identikkan dengan pengetahuan tertinggi dan tidak semua bisa berbahasa dan menulis Bahasa tersebut. Hal yang bisa ditemui di Indonesia juga. Karena tidak ada yang bisa berbahasa sansekerta maka apapun yan dikatakan oleh sang pemuka agama itu di iyakan saja oleh penduduk desa, hanya Keshav yang berani menentang.
Masalah budaya ini masih di tambah lagi dengan pemerintah yang punya dana untuk membangun toilet di desa desa tapi terlibat korupsi . Yah, karena desa desa banyak yang tidak mau atau tidak mau tahu masalah pembangunan toilet sementara dana ada, maka dana itu akhirnya malah hilang kemana gak jelas (jelas korupsi) . Hal ini ditambahdengan masalah untuk mengajukan proposal pembangunan toilet bisa membutuhkan waktu satu tahunan karena ribetnya birokrasi (hal yang juga ditemukan di Indonesia). Hal yang mengakibatkan Menteri setempat melakukan cara out of the box dengan mengunci toilet toilet di kantor departemen yang bersangkutan agar proposal segera ditandatangani.
Kelemahan dari film ini  mungkin durasi awal yang agak membosankan karena hampir satu jam awal hanya membahas kisah cinta dari Jaya dan Keshav, tapi konflik itu baru terasa sangat nyata di bagian berikutnya sesudah pernikahan terjadi. Oh iya, aku juga suka bagian dimana Jaya sebenarnya merindukan dan cinta pada keshav tapi disisi lain juga marah pada keshav sehingga pada perayaan Lathmar Holi, untuk meluapkan kekesalannya, maka Jaya memukul keshav keras keras (tpi bagian atas kepala sudah memakai pelindung sih hehehehe)
Aku suka tokoh Keshav sendiri. Pria yang dilahirkan dari golongan brahmana dan hidup di dunia modern tapi tidak bisa menentang budaya yang sudah mengakar kuat, termasuk saat dia harus menikah dngan kerbau dan juga tidak segera menikah karena hampir mustahil menemukan gadis dengan jempol ganda (seperti yang dimiliki oleh actor Hritik Roshan), sementara dia tidak mungkin menentang ayahnya, panditji, mengingat ayahnya adalahgolongan brahmana yang tentu saja memiliki pengaruh besar daam budaya agama di kawasan itu. Disini Nampak terjadi paradok, bahwa semodern apapun kehidupan Keshav, dia bisa mengalahkan tradisi dan budaya yang sudah mengakar sangat dalam.penentanganya terhadap ayahnya juga sama saja menentang satu desa.
Yah, kalau kalian mau mencari hiburan plus juga untuk masalah social di berbagai desa di India , maka film ini adalah film yang saya rekomendasikan. Btw, film ini juga masuk top ten film box office di India tahun 2017 lho, jadi secara kualitaslayak tonton deh, apalagi acting akshay kumar sebagai bujang lapuk dan tidak berpendikan pantas diacungi jempol (akshay kumar merupakan actor berbayaran tertinggi lho di Indi, mengalahkan para actor bermarga khan, untuk saat ini sih tapi)


No comments:

Post a Comment