Labels

Friday, April 17, 2015

Konflik Berdarah di Tanah Jawa



Judul Buku                          : Konflik berdarah di tanah Jawa, s
Pengarang                          : Raka Revolta
Penerbit                              :Bio Pustaka Yogyakarta               
Tahun terbit                       : 2008
Tebal Halaman                  : 152 halaman
               
Buku ini sebenarnya tidak menawarkan banyak hal yang baru bagi saya , kebetulan saya sudah sering membaca dan mendengar kisah kisah tentang tokoh tokoh yang ada di buku ini. Hanya saya meyakini bahwa saya pasti akan mendapatkan hal hal yang baru dari buku buku yang  berbeda namun membahas kisah yang sama. Dan memang say amendapatan hal hal baru di dalamnya.

Buku ini menjelaskan tentang peristiwa berdarah di Jawa, mulai dari jaman Singasari hingga Zaman islam Jawa. Dimulai dari Ken arok yang membunu tunggul ametung untuk menjadi raja di TUmapel dengan memanfaatkan Kebo Ijo. Hanya saja di buku ini ditulis ken arok anak hasil perzinahan Seorang brahmana bernama gajah para dan ken Endok. Sementara di sumber lain Ken arok anak dari betara Brahma dengan Ni Endok. Ken arok merupakan gabungan dari Brahman, titisan dari Wisna dan siwa sehngga danggap sebagai perwujudan Trimurti.

Anusapati yang mendengar bahwa ayanya dibunuh ken Arok akhirnya membunuh Ken arok dengan menggunakan bantuan pengalasan batil, dan sang pengalasan akhirnya dibunuh untuk tutup mulut. Anusapati akhirnya tewas ditikam dengan keris Empu Gandring oleh Tohjoyo yang tidak terima Ken Arok dibunuh Anusapati,

Tohjoyo sangat singkat memerintah karena Ranggawuni dan Mahesa Cempaka menjadi ancaman. Dia menyuruh Lembu Ampal untuk membunuh kedua pangeran namun Lembu Ampal justru berbalik bersekutu dengan dua pangeran. Akhirnya diciptakanlah gara gara di dalam istana Tohjoyo sehingga Tohjoyo akhirnya tewas terbunuh di katang lumbang

Ranggawuni naik tahta menjadi Wisnuwardhana dan memerintah bersama Mahesa Cempaka, untuk memperkuat kedudukan Ranggawuni menikahi Waningyun saudara dari Lembu Rampal. Keris Empu Gandring akhirnya di larung ke laut selatan karena dianggap menjadi sumber bencana. Wisnuwardhana akhirnya memiliki putrid bernama turuk bali yang dinikahkan dengan Jayakatwang, ponakannya.  Sementara Kertanegara menjadi raja.

Di buku ini agak bingung dengan Gelang Gelang dan Kediri. Di berbagai buku diambil keputusan bahwa Jayakatwang adalah Raja Kediri, tapi berdasarkan prasasti mula manurung, Gelang Gelang letaknya adalah di Madiun  artinya tidak satu bagian dengan Kediri. Jayakatwang akhirnya melakukan pemberotakan melawan besannya karena pengaruh Aryawiraraja yang marah dpindahkan ke sumenep. Dengan dukungan Patih Mundarang yang mengatakan bahwa nenek moyangnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok sehingga jadi bawahan ken arok. Mungkin karena kata kata nenek moyang Jayakatwang adalah Kertajaya Raja Kediri maka diberbagai buku ditulis bahwa Jayakatwang adalah raja Kediri karena raja Kediri saat itu harusnya Kertanegara.

Jayakatwang sukses membawa kemenangan dan Raden Wijaya melarikan diri ke Madura. Permusuhan Arya Wiraraja murni hanya kepada Kertanegara , bukan kepada Singasari sehingga dia membantu Dyah Wijaya untuk mendapatkan perlindungan dan pengampunan Jayakatwang. Bahkan Arya Wiraraja meminta agar Raden Wijaya meminta kawasan Tarik untuk dibuka .

Di saat yang sama, pasukan Mongol datang ke Jawa sebagai bagian untuk menghukum  Kertanegara, tapi karena Kertanegara sudah wafat, maka Raden Wijaya mempengaruhi pasukan Mongol untuk menghancurkan Jayakatwang , kemenangan Jayakatwang akhirnya membuat Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol. Raden Wijaya akhirnya menikahi empat putri Kertanegara sebagai bagian untuk menyelamatkan kedudukannya dan alat legitimasi yang sah sebagai raja.

Pemerintahan Raden Wijaya membuat sukses. Di berbagai buku, disepakati bahwa istri Kertanegara adalah empat, tapi di Pararaton ada dua plus Dara Petak Putri Melayu. Berbagai kisah sejarah yang berbeda membuat data yang digunakan harus lebih akurat. Jayanegara akhirnya menjadi raja karena merupakan anak laki laki, sementara masih menjadi perdebatan apakah istri sebenarnya Raden Wijaya itu tiga atau lima tergantung sumber yang digunakan.

Pada masa ini terjadi banyak pemberontakan yang  disebabkan oleh tokoh yang bernama Mahapati. Yang pertama adalah Ranggalawe yang tidak puas dengan pengangkatan nambi sebagai Patih karena banyak tokoh yang lebih layak, dia mengusulkan lembu sora yang merupakan pamannya, tapi Mahapati menghasut Jayanegara bahwa Ranggalawe akan melakukan pemberontakan sehingga Ronggolawe tewas terbunuh oleh Kebo Anabrang di sungai Tambak Mas. Lembu Sora yang melihat ponakannya dibunuh dengan kejam berbalik membunuh Kebo Anabrang. Hal yang akhirnya akan menjadi bumerang baginya.

Jayanegara bergaul akrab dengan Lembu Sora dan hal ini dimanfaatkan oleh Mahapati. Dia bergaul baik dengan para menteri.  Mahapati mengatakan pada Jayanegara bahwa para menteri tidak suka hubungannya yang terlalu akrab dengan lembu sora karena dia pembunuh Kebo Anabrang. Mahapati juga mempengaruhi Mahesa Taruna  bahwa raja sedih kalau mengingat ayahnya. Sementara dihadapan Lembu Sora, Dia mengatakan hal yang berbeda. Pad akhirnya raja membuat keputusan untuk membuatnya pensiun dan membuangnya ke luar Majapahit. Lembu Sora yang tdak terima akhirnya datang bersama pengiringnya ke istana namun Nambi dan Jayanegara sudah dihasut oleh Mahapati bahwa Lembu Sora datang untuk melakukan penghianatan.

Nambi menjadi sasaran berikutnya.atas hasutan Mahapati, dia memnta ijin cuti ke Lumajang untuk menengok ayahnya. Saat ayahnya meninggal, Mahapati dan para menteri datang melayat namun menganjurkan agar Nambi memperpanjang cutinya. Dihadapan Jayanegara, Mahapati mengatakan kalau Nambi tidak mau balik ke Majapahit dan merencanakan pemberontakan dengan membuat benteng di Pajarakan., bahkan dia bersekutu dengan para menteri yang datang melayat untuk melawan Jayanegara. Akhirnya Jayanegara memimpn sendiri pasukan menumpas Nambi. Disini saya masih bingung dengan posisi Arya Wiraraja dan Pranaraja. Di satu buku dijelaskan bahwa Nambi merupakan anak dari Arya Wiraraja yang berkuasa di Lumajang setelah majapahit di bagi, tapi di sumber lain Nambi merupakan anak Pranaraja di Lumajang (ini juga salah satu pejabat penting di LUmajang) sementara Arya Wiraraja adalah ayah dari Ronggolawe. Tapi biarlah ini dibiarkan saja, karena berbagai buku menggunakan acuan dasar yang berbeda.
Selanjutnya muncul pemberontakan Kuti yang merupakan bagian dari Dharmaputra. Pejabat yang diistimewakan Raja Wijaya. Pemberontakan ini juga sangat berkaitan dengan ambisi Mahapati. 
Pemberontakan ini sangat berbahaya karena keluarga raja harus diungsikan ke Bedander. Gajah mada yang masih menjadi bekel akhirnya menumpas pemberontakan ini. Dan Mahapati diceritakan mati terbunuh setelah terkuak bahwa dia banyak melakukan fitnah kesana kemari.

Jayanegara akhirnya tewas terbunuh oleh Ratanca yang merupakan golongan Darmaputra. Ini  sebagai akibat keinginan Jayanegara untuk menikahi dua saudara tirinya agar tidak ada pesaing di kerajaannya. Hal ini diketahui oleh istri Ra Tanca bahwa Jayanegara melakukan perbuatan yang tidak senonoh terhadap Tribuana dan Dyah Wiyat. Ra Tanca member tahu hal ini kepada gajah mada namun gajah mada diam saja sehingga Ra Tanca semakin benci kepada Jayanegara. Pada saat Jayanegara sedang sakit bisul, maka Ra tanca yang sedang mengobati akhirnya membunuh Jayanegara, sementara Ra Tanca langsung dibunuh oleh Gajahmada.
Sebenarnya pembunuhan Jayanegara Negara ini merupakan intrik dari Gajah Mada yang mendukung trah dari putri putri Ketanegara namun menggunakan tangan Ra tanca yang sangat membenci Jayanegara. Sejarah akirnya mencatat tokoh yang membunuh adalah Ra Tanca tapi tokoh dibalik itu semua sebenarnya adalah Gajahmada yang menginginkan pewaris tahta dari keturunan Singasari.

Konflik berdarah berikutnya adalah Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak. Dia merupakan keturunan Brawijaya dari selir Cina yang dibuang karena Permaisuri Dwarawati dari Champa sangat cemburu. Raden Patah kemudian diakui sebagai putra Brawijaya dan dijadikan Bupati Glagahwangi alias Demak dengan pusan Bintoro kemudian mulai menyerang Majapahit setelah kematian Sunan Ampel guru Raden Patah yang melarangnya untuk menyerang ayahnya sendiri.. Keruntuhan majapahit ditandai dengan dikuasainya pusat Majapahit di boyongnya alat pusaka dan upacara ke Demak. Cerita kronik Cina dan Babad Tanah Jawi sedikit berbeda. Kalau dalam Babad Tanah Jawi dceritakan Brawijaya tewas dalam serangan tersebut sementara menurut kronik cina Brawijaya ditangkap dan dipindahkan ke Demak secara hormat. Walau Majapahit diserang namun Raden Patah tidak memerangi umat Hindu dan Budha karena tujuannya adalah secara politik, bukan karena sentiment agama.

Ki Ageng Pengging juga termasuk tokoh yang diceritakan dimana beliau merupakan murid dari Syekh Siti Jenar, anak  dari pasangan Pangeran Dayaningrat dan Ratu pembayun, Putri Brawijaya. Ki Ageng Pengging melahirkan Mas Karebet alias Jaka tingkir yang diasuh oleh istri kakak seperguruannya Nyi Ageng Tingkir. Sunan kKudus dikirim Demak untuk menghukum mati Ki Ageng Pengging karena pengikut Syekh Siti Jenar yang dianggap sesat.

Jaka Tingkir akhirnya menjadi menantu Demak dan mendirikan kerajaan Pajang. Dia hadir saat di Demak terjadi kemelut perebutan kekuasaan setelah meninggalnya Sultan Trenggana. Perebutan kekuasaan terjadi antara sunan Prawata dengan Arya Penangsang, anak dari Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, Pangeran yang dibunuh oleh Sunan Prawata agar Sultan Trenggana bisa naik tahta.  Para adipati termasuk Ratu Kalinyamat keturunan Demak dan Jaka Tingkir terlibat dalam pemberontakan dan meembunuh Arya Penangsang.
Panembahan Senopati merupakan anak dari Ki Ageng Pemanahan yang dianggap berjasa oleh Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir dalam perang melawan Arya Penangsang sehingga dihadiahi tanah Mataram. Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan maka Sutawijaya ingin memiliki kekuasaan sendiri sehingga membelot dari Pajang. Di saat yang bersamaan, Arya Pangiri, anak dari Sultan Prawata yang dijadikan Adipati Demak menyingkirkan Pangeran Benawa, anak Hadiwijaya sehingga Pangeran Benawa meminta bantuan kepada Sutawijaya. Akhirnya arya pangiri diserang oleh gabungan Pangeran Benawa dan Sutawijaya namun setelah itu Sutawijaya menjadi Raja Mataram yang menguasai seluruh Jawa.

Setelah Sultan Agung digantikan oleh Amangkurat I maka muncul pemberontakan yang dilakukan oleh Trunojoyo dari Madura akibat kurangnya perhatian baik dari Mataram maupun penguasa Madura. Trunojoyo dibantu orang makasar merebbut kekuasaan di Madura bahkan untuk mengamankan persekutuan anak Trunohjoyo dinikahkan dengan Kraeng Galesong dari makasar. Tahun 1677 Trunojoyo mampu menguasai Plered sehingga Amangkurat I melarikan diri dan meninggal di Tegalwangi. Pangeran Adipati Anom yang bergelar amngkurat II akhirnya meminta bantuan VOC dan bersama sama menyerang Trunojoyo di Kediri sehingga  Trunojoyo menyerah di lereng Gunung Kelud 27 Desember 1679.

Begitu selesai  Trunojoyo muncul perlawanan dari Untung Suropati , seorang Bali yang menjadi budak di Batavia. Karena jatuh cinta pada majikannya, Suzana, maka dia disiksa keluarga Moor, akhirnya Untung Suropati melarikan diri dan mengumpulkan orang orang Bali melawan semua bangsawan di Batavia. Suzana meninggal di pengasingan namun melahirkan anak  yaitu Robert tapa sepengetahuan Untung. Untung menerima syarat menjadi pasukan Belanda karena sangat mencintai Suzana dan membantu melawan pasukan  Pangeran Purbaya dari Banten melawan VOC. Namun Belanda meremehkan pasukan Bali dan hanya menganggap kelas dua sehingga  mengalami perseteruan dengan pasukan Untung. Untung meminta perlindungan pada Amangkurat II , namun karena desakan dari Belanda, akhirnya tidak mampu mengambil keputusan. Sementara Adipati Cakraningrat di Madura merasa kedudukannya terancam dengan kedatangan Untung sehingga dia bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan pasukan Untung namun Untung berhasil melarikan dri. Tahun 1705, Amangkurat III bergabung dengan untung untuk melawan Pangeran Puger yang dibantu VOC.Pangeran Puger juga mendapat bantuan dari Adpati Surabaya dan Cakraningrat sehingga perlawanan Untung Suropati  berhasil dipadamkan dan meninggal di Pasuruan.

Perlawanan Raden Mas Garendi alias Sunan Kuning berbarengan dengan pemberontakan Tionghoa. Perlawanan Sunan kuning mampu menguasai Kartasura, mengangkat Mangunoneng menjadi patih. Sementara Pakubuwana II akhirnya melarikan dri ke Ponorogo.  Sunan Kuning akhirnya menyerah 1743. Begitu juga dengan Mangunoneng.
Pangeran Mangkubumi melakukan peperangan disaat yang bersamaan dengan pemberotnakan Tionghoa dan Sunan Kuning. Pangeran Mangkubumi kecewa terhadap PB II karena tidak menepati janji bahwa dia akan memberikan Sukowati setelah menaklukkan pemberontakan Raden Mas Said. Akhirnya Pangeran mangkubumi justru bersekutu dengan Raden Mas Said bahkan menjadikan Raden Mas Said sebagai menantunya. Peperangan Mangkubumi akhirnya berhasil ditundukkan dengan perjanjian Giyanti bahwa dia dijadikan Sultan Hamengkubuwono  I dan berkuasa di Mataram Yogyakarta. Di Yogyakarta Mangkubumi membangun istana air dan Taman sari yang sangat megah namun akhirnya ditinggalkan karena kondisi istana yang kurang baik. Mangkubumi akhirnya bersekutu dengan Kompeni untuk menghabisi Raden Mas Said karena menganggap Raden Mas Said sebagai musuh utama dalam penyatuan Jawa. Hubungan mangkubumi dengan PB III berjalan dengan baik dengan kematian Patih Pringgalaya, Patih Mataram yang sangat dibenci Mangkubumi karena yang meminta Sunan untuk membatalkan janji memberikan Sukowati. Raden Mas Said terus melakukan pemberontakan dan baru berhenti pada tahun 1757 setelah adanya perjanjian Salatiga dengan gelar Mangkunegara. 

Setelah pemberontakan Mangkubumi dan Raden Mas Said maka dilanjutkan perang Dipenogoro yang berlangsung 5 tahun. Situasinya adalah Belanda sudah ikut campur terlalu dalam di keraton dengan mengubah adat istidat keraton.  Pejabat  keraton juga suka hidup bermewah mewahan dan meniru gaya hidup orang Belanda. Hal ini diperparah dengan pengangkatan HB V yang masih berusia 2 tahun dan diwalikan oleh Patih Danurejo yang tunduk terhadap Belanda . Belanda akhirnya akhirnya sengaja memasang patok patok yang melewati makam leluhur Diponegoro di Tegalrejo  untuk dijadikan jalan sehingga memancing kemarahan Diponegoro dan menimbulkan perang besar yang disebut Perang Jawa. Perang ini baru berakhir setelah Belanda menerapkan system Benteng Stelsel untuk mempersempit ruangerak diponegoro. Diponegoro akhirnya ditangkap saat melakukan perundingan di Magelang tahun 1830.

Ya rentetan peristiwa besar yang pernah terjadi di tanah jawa. Akhir kata selamat membaca.

No comments:

Post a Comment