Labels

Tuesday, January 13, 2015

jejak langkah, usaha munculnya organisasi modern pertama di Jawa



Judul Buku          : Jejak langkah
Pengarang          : Pramoedya Ananta Toer
Tahun terbit       : Jakarta 1985
Penerbit              : Hasta Mitra
Tebal halaman   : 464 halaman
              
  Akhirnya selesai juga membaca novel ini setelah tertunda sekian tahun, karena melihat tebalnya buku dan nama pramoedya Ananta toer yang terkesan sangat berat isinya. Sudah membaca seri pertama dan kedua, tapi sudah lupa, pada seri yang ketiga ini, cerita difokuskan pada pembentukan organisasi modern.
                Minke, sang tokoh bertemu dengan wanita Cina asli , Ang San Mei yang melarikan diri dari Tiongkok ke Hindia. Sang wanita yang kemudian menjadiistrinya. Ang San Mei ternyata seorang pejuang yang sangat gigih terhadap bangsanya, di saat yang sama muncul organisasi Tionghoa di Hindia yaitu Tionghoa Hwee Koan (THHK) yang bertujuan untuk mencerdaskan generasi muda tionghoa di Hindia. Disaat yang sama kaum pribumi masih terlena dengan kehidupannya, kaum priyayi yang masih mementingkan dirinya sendiri dan menjadi hamba dari kaum colonial.
Minke kuliah di STOVIA sebagai calon dokter, posisi yang cukup terhormat dan berpendidikan kala itu tapi tidak cukup terhormat di mata keluarganya karena bagi keluarganya yang merupakan golongan priayi, pendapatan dokter sangat kecil, sementara keluarganya menginginkan minke untuk menjadi seorang pegawai pemerintah yang berkuasa seperti layaknya keluarganya dan kaum bangsawan pada umumnya,
Ang San Mei sendiri sangat sibuk dengan kegiatannya berorganisasi untuk kaum Tionghoa sehingga jatuh sakit dan akhirnya meninggal, hal yang akhirnya juga menyebabkan Minke gagal menjadi seorang dokter walau kurang dari satu tahun lagi lulus menjadi dokter.
Minke akhirnya bekerja menulis, mendirikan surak kabar Medan yang awalnya merupakan penyuluhan di bidang hukum namun berkembang menjadi corong organisasi karena di saat yang bersamaan Minke terlibat dalam kegiatan Boedi utomo. Hanya saja Minke akhirnya keluar dari Boedi utomo karena prinsip organisasi yang sangat jawa sentris serta mendukung kelompok priyayi yang sudah hidup mapan di bawah bayang bayang colonial.
Kehidupan priyayi jawa lengkap dengan tata kramanya juga menjadi hambatan Minke dalam mengajak golongan terdidik yang umumnya kaum priyayi untuk memikirkan bangsa Hindia. Membuat suatu organisasi yang cenderung memajukan kaum pribumi sama saja dengan mengancam kaum priyayi itu sendiri. Disini juga dimunculkan betapa golongan tua priyayi jawa yang sangat sempit pemikirnannya yang diwakili oleh nenek minke bahwa orang yang bukan Jawa bukanlah bangsa beradab karena Jawa dianggap sebagai bangsa yang jauh lebih berbudaya disbanding bangsa bangsa lain di Hindia.
                Minke akhirnya terlibat dalam organisasi baru Syarikat Dagang Islamiyah (SDI) yang dipersatukan oleh agama islam. Disaat yang sama Minke mengenal Prinsess Van kasiruta, seorang putrid raja buangan di Priangan yang tidak diijinkan untuk meninggalkan Jawa. Akhirnya Minke kembali menikah untuk yang ketigakalinya dengan wanita bukan Jawa, Prinses Van Kasiruta, dan kembali mereka saling mendukung dalam memajukan bangsa melalui surat kabar Medan. Tapi karena kebodohan bawahannya dalam mengkritik pemerintah Hindia , maka nasib malang menimpa Minke.
Novel ini begitu tajam kritikannya terhadap kehidupan dunia priyayi Jawa, bagaimana mereka sulit maju karena justru pemikirannya sendiri. Dan isi novel ini menurut saya masih relevan pad amasa sekarang walau zaman mengalami perubahan. Kehidupan kelas priyayi yang tunduk terhadap atasan dan menyenangkan atasan, bukankah sama saja dengan kehidupan birokrat atau kalangan pegawai zaman sekarang?

Selain itu Novel ini juga menceritakan Ang San Mei terus mendorong Minke untuk berorganisasi, sesuatu yang masih asing kala itu, dan Minke tidak tahu harus dimula darimana dan seperti apa karena tokoh dokter pensiunan Jawa yang pernah menyuarakan para siswa STOVIA agar bergerak untuk kemajuan bangsa Hindia juga tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai organisasi, hal yag sangat berbeda dengan Ang San mei yang sudah terlibat organisasi sejak masih di Tiongkok. Bahkan saat Tiongkok jatuh ke tangan republik meruntuhkan Kerajaan, Ang San Mei seamkin giat dalam organisasi pergerakan kaum Tionghoa sampai akhir hayatnya
Novel ini juga mengulas mengenai gadis jepara, yang bisa ditafsirkan sebagai Kartini yang sangat cemerlang dalam pemikirannya dan bisa sangat berbahaya , maka seperti kehidupan priyayi umumnya, maka gadis berbahaya ini hanya bisa ditundukkan di ranjang pengantin, sama halnya dengan prinsses van kasiruta yang dianggap berbahaya oleh pemerintah Hindia sehingga harus segera dinikahkan untuk dipadamkan semangatnya.
Terlepas dari posisi Pramoedya yang dulu dianggap terlibat dalam gerakan komunis, membaca  novel ini saya menjadi tidak kaget kalau akhirnya banyak pihak yang saat itu kebakaran jenggot karena kritikan kritikannya, tapi demi pembangunan bangsa, saya rasa tidak ada salahnya novel ini dibaca dan direnungkan kembali, akhir kata selamat membaca.

No comments:

Post a Comment