Sudah lama
saya ingin membuat tulisan tentang film India yang dirilis di tahun 2017 dengan
judul Toilet Ek prem Katha dan disutradari olehShree Narayan Singh. Mengapa
saya ingin membuat synopsis film ini, karena kritik sosialnya sangat terasa ,
tentu kritik social yang terjadi di India sana. Tapi beberapa bagian sangat relate dengan masyarakat di Indonesia terkait
keyakinan dan birokrasi, hehehehe
Toilet,
suatu hal yang terlihat sepele, tapi ternyata menjadi masalah yang sangat rumit
di suatu desa di India karena berbenturan dengan keyakinan dan budaya. Di bagian awal kita sudah disajikan dengan
suatu budaya yang terlihat asing bagi kita, yaitu wanita wanita di malam hari
rombongan pergi ke suatu tanah lapang yang agak jauh dari desa . Sementara itu
tokoh utamanya, Keshav yang diperankan oleh Akshay Kumar , seorang bujang tua menikah
dengan seekor kerbau (untuk mendatangkan keberuntungan). Pada adegan ini
langsung bikin saya tertawa karena suatu budaya yang terlihat konyol (bagi
masyarakat Indonesia tentu saja). Keshav sukar sekali untuk mendapatkan seorang
istri karena syarat dari ayahnya,seorang pria dari golongan brahman, bahwa
calon istrinya harus memiliki dua jempol di tangan kanannya atau keluarganya
akan mendapatkan kesialan.
Keshav yang
berpacaran dengan Jaya( yang diperankan oleh Bhumi Pednekar) akhirnya membuat trik
dengan membuat jempol palsu agar bisa terjadi pernikahan. Masalah mulai muncul
kala Jaya, yang berasal dari keluarga berpendidikan menyadari bahwa di rumah
suaminya tidak ada toilet dan di tengah
malam (awal pagi sih lebih tepatnya karena pukul 4 pagi), dia dihampiri
serombongan wanita di desanya untuk sama sama ke lapangan yang mereka sebut
dengan pesta lota.
Jaya yang
terbiasa untuk pergi ke toilet jadi merasa aneh dan dia butuh solusi karena dia
tidak bisa buang air besar di lapangan luas semak semak . cara pertama ke rumah
tetangga yang memiliki toilet karena ada neneknya yang sudah lumpuh/stroke.
Tapi itu hanya sementara, kemudian tiap hari Jaya diatar ke kereta api yang
lewat untuk ke toilet kereta api yang berhenti selama 7menit. Ini juga hanya
sifatnya sementara.
Jaya merasa
malu kalau dia harus ke semak semak dan kala ada laki laki yang lewat dengan menyalakan lampu motor (kan malam) dia
memang menutupi wajahnya tapi dia malu luar biasa karena terlihat bokongnya,
termasuk saat ayahnya naik motor dan melihat dia lagi BAB di semak (walau
ayahnya tidak tahu kalau itu dia,tapi pemikiran Jaya yang tidak terbiasa dengan
hal itu yang membuat dirinya malu sendiri)
Jaya
akhirnya melakukan pemberontakan dengan kembali ke rumah tuanya dan mengancam
melakukan perceraian. Hal yang membikin marah desa tersebut karena selama ini
memang tidak ada wanita yang bercerai di desa itu.Keinginan Jaya hanya
sederhana, sebuah toilet di rumahnya, tapi hal yang tidak mungkin dikabulkan
karena dalam tradisi agama di desa tersebut (bukan agama Hindu ya, karena ini
banyak aliran) membangun toilet di rumah sama saja mengotori rumah tersebut. Hal
yang sebenarnya sangat aneh karena para pria di desa itu bisa buang kecil di
mana saja, di pagar tembok atau depan rumahnya, tapi kalau toilet dilarang.
Berbagai tekanan
yang dilakukan tidak membuat Jaya mundur, bahkan Keshav yang semula
menentangnya dan menginginkan dia untuk adaptasi dengan budaya di desa itu,
akhirnya justru berusaha memenuhi keinginan Jaya. Aku suka dengan prinsip Jaya
yang tidak mundur, karena Jaya melambangkan wanita modern dan berpendidikan
tinggi. Jika dia sebagai pemberontak akhirnya menyerah maka akan dilihat oleh
para wanita wanita lain bahwa setinggi apapun pendidikan pada akhirnya akan
takluk pada budaya dan agama (terlepas dari tradisi itu benar atau tidak). Jaya
disimbolkan sebagai wanita berpendidikan yang dianggap ingin lebih tinggi dari
tradisi yang sudah mengakar ratusan tahun di desa tersebut.
Aku menyoroti
banyak hal di film ini, bahwa di film ini, agama tidak untuk di perdebatkan. Suatu
tradisi dan keyakinan harus diterima dengan mentah. Seperti toilet yang
dilogika itu sangat dibutuhkan tapi berbenturan langsung dengan budaya. Dan ada
suatu adegan di keluarga Jaya bagaimana ada tindakan pemerkosaan yang dilakukan
di kawasan sana karena anak gadis saat pergi kelapangan jauh dari rumah
akhirnya justru diculik dan diperkosa. Pada akhirnya yang menjadi korban dari
masalah toilet ini adalah para wanita. Tapi seperti di negara negara lain, aku
melihat di film itu bagaimana wanita justru mendukung budaya yang sebenarnya
merugikan mereka sendiri (walau di akhir film mereka kompak melakukan
pemberontakan sepertihalnya Jaya sih). Yah, aku melihat wanita sebagai kelompok
kelas dua yang hanya mengikuti apa kata pemimpin desa (yang pasti laki-laki)
Aku juga
menyoroti kalangan pemuka agama, saat ada musyawarah desa unuk memutuskan
apakah mereka diijinkan untuk membangun toilet atau tidak, pemuka desa
menggunakan dalil dalil agama dengan Bahasa sansekerta (yang hampir tidak semua
orang paham Bahasa tersebut). Hmmmm aku jadi ingat ,kritik ini pas sekali ,
mungkin juga di Indonesia bagaimana Bahasa tertentu di identikkan dengan pengetahuan
tertinggi dan tidak semua bisa berbahasa dan menulis Bahasa tersebut. Hal yang
bisa ditemui di Indonesia juga. Karena tidak ada yang bisa berbahasa sansekerta
maka apapun yan dikatakan oleh sang pemuka agama itu di iyakan saja oleh penduduk
desa, hanya Keshav yang berani menentang.
Masalah budaya
ini masih di tambah lagi dengan pemerintah yang punya dana untuk membangun
toilet di desa desa tapi terlibat korupsi . Yah, karena desa desa banyak yang
tidak mau atau tidak mau tahu masalah pembangunan toilet sementara dana ada,
maka dana itu akhirnya malah hilang kemana gak jelas (jelas korupsi) . Hal ini
ditambahdengan masalah untuk mengajukan proposal pembangunan toilet bisa
membutuhkan waktu satu tahunan karena ribetnya birokrasi (hal yang juga
ditemukan di Indonesia). Hal yang mengakibatkan Menteri setempat melakukan cara
out of the box dengan mengunci toilet toilet di kantor departemen yang
bersangkutan agar proposal segera ditandatangani.
Kelemahan dari
film ini mungkin durasi awal yang agak
membosankan karena hampir satu jam awal hanya membahas kisah cinta dari Jaya
dan Keshav, tapi konflik itu baru terasa sangat nyata di bagian berikutnya
sesudah pernikahan terjadi. Oh iya, aku juga suka bagian dimana Jaya sebenarnya
merindukan dan cinta pada keshav tapi disisi lain juga marah pada keshav
sehingga pada perayaan Lathmar Holi, untuk meluapkan kekesalannya, maka Jaya
memukul keshav keras keras (tpi bagian atas kepala sudah memakai pelindung sih
hehehehe)
Aku suka tokoh
Keshav sendiri. Pria yang dilahirkan dari golongan brahmana dan hidup di dunia
modern tapi tidak bisa menentang budaya yang sudah mengakar kuat, termasuk saat
dia harus menikah dngan kerbau dan juga tidak segera menikah karena hampir
mustahil menemukan gadis dengan jempol ganda (seperti yang dimiliki oleh actor Hritik
Roshan), sementara dia tidak mungkin menentang ayahnya, panditji, mengingat
ayahnya adalahgolongan brahmana yang tentu saja memiliki pengaruh besar daam
budaya agama di kawasan itu. Disini Nampak terjadi paradok, bahwa semodern
apapun kehidupan Keshav, dia bisa mengalahkan tradisi dan budaya yang sudah
mengakar sangat dalam.penentanganya terhadap ayahnya juga sama saja menentang
satu desa.
Yah, kalau kalian
mau mencari hiburan plus juga untuk masalah social di berbagai desa di India ,
maka film ini adalah film yang saya rekomendasikan. Btw, film ini juga masuk
top ten film box office di India tahun 2017 lho, jadi secara kualitaslayak
tonton deh, apalagi acting akshay kumar sebagai bujang lapuk dan tidak
berpendikan pantas diacungi jempol (akshay kumar merupakan actor berbayaran
tertinggi lho di Indi, mengalahkan para actor bermarga khan, untuk saat ini sih
tapi)
No comments:
Post a Comment