Judul Buku :
Konflik berdarah di tanah Jawa, s
Pengarang :
Raka Revolta
Penerbit :Bio
Pustaka Yogyakarta
Tahun terbit :
2008
Tebal Halaman :
152 halaman
Buku ini menjelaskan tentang peristiwa berdarah di Jawa,
mulai dari jaman Singasari hingga Zaman islam Jawa. Dimulai dari Ken arok yang
membunu tunggul ametung untuk menjadi raja di TUmapel dengan memanfaatkan Kebo
Ijo. Hanya saja di buku ini ditulis ken arok anak hasil perzinahan Seorang
brahmana bernama gajah para dan ken Endok. Sementara di sumber lain Ken arok
anak dari betara Brahma dengan Ni Endok. Ken arok merupakan gabungan dari
Brahman, titisan dari Wisna dan siwa sehngga danggap sebagai perwujudan
Trimurti.
Anusapati yang mendengar bahwa ayanya dibunuh ken Arok
akhirnya membunuh Ken arok dengan menggunakan bantuan pengalasan batil, dan
sang pengalasan akhirnya dibunuh untuk tutup mulut. Anusapati akhirnya tewas ditikam
dengan keris Empu Gandring oleh Tohjoyo yang tidak terima Ken Arok dibunuh
Anusapati,
Tohjoyo sangat singkat memerintah karena Ranggawuni dan
Mahesa Cempaka menjadi ancaman. Dia menyuruh Lembu Ampal untuk membunuh kedua
pangeran namun Lembu Ampal justru berbalik bersekutu dengan dua pangeran. Akhirnya
diciptakanlah gara gara di dalam istana Tohjoyo sehingga Tohjoyo akhirnya tewas
terbunuh di katang lumbang
Ranggawuni naik tahta menjadi Wisnuwardhana dan memerintah
bersama Mahesa Cempaka, untuk memperkuat kedudukan Ranggawuni menikahi
Waningyun saudara dari Lembu Rampal. Keris Empu Gandring akhirnya di larung ke
laut selatan karena dianggap menjadi sumber bencana. Wisnuwardhana akhirnya
memiliki putrid bernama turuk bali yang dinikahkan dengan Jayakatwang,
ponakannya. Sementara Kertanegara
menjadi raja.
Di buku ini agak bingung dengan Gelang Gelang dan Kediri. Di
berbagai buku diambil keputusan bahwa Jayakatwang adalah Raja Kediri, tapi
berdasarkan prasasti mula manurung, Gelang Gelang letaknya adalah di Madiun artinya tidak satu bagian dengan Kediri. Jayakatwang
akhirnya melakukan pemberotakan melawan besannya karena pengaruh Aryawiraraja
yang marah dpindahkan ke sumenep. Dengan dukungan Patih Mundarang yang mengatakan
bahwa nenek moyangnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok sehingga jadi bawahan
ken arok. Mungkin karena kata kata nenek moyang Jayakatwang adalah Kertajaya Raja
Kediri maka diberbagai buku ditulis bahwa Jayakatwang adalah raja Kediri karena
raja Kediri saat itu harusnya Kertanegara.
Jayakatwang sukses membawa kemenangan dan Raden Wijaya
melarikan diri ke Madura. Permusuhan Arya Wiraraja murni hanya kepada Kertanegara
, bukan kepada Singasari sehingga dia membantu Dyah Wijaya untuk mendapatkan
perlindungan dan pengampunan Jayakatwang. Bahkan Arya Wiraraja meminta agar
Raden Wijaya meminta kawasan Tarik untuk dibuka .
Di saat yang sama, pasukan Mongol datang ke Jawa sebagai bagian
untuk menghukum Kertanegara, tapi karena
Kertanegara sudah wafat, maka Raden Wijaya mempengaruhi pasukan Mongol untuk
menghancurkan Jayakatwang , kemenangan Jayakatwang akhirnya membuat Raden Wijaya
berbalik menyerang pasukan Mongol. Raden Wijaya akhirnya menikahi empat putri Kertanegara
sebagai bagian untuk menyelamatkan kedudukannya dan alat legitimasi yang sah sebagai
raja.
Pemerintahan Raden Wijaya membuat sukses. Di berbagai buku,
disepakati bahwa istri Kertanegara adalah empat, tapi di Pararaton ada dua plus
Dara Petak Putri Melayu. Berbagai kisah sejarah yang berbeda membuat data yang
digunakan harus lebih akurat. Jayanegara akhirnya menjadi raja karena merupakan
anak laki laki, sementara masih menjadi perdebatan apakah istri sebenarnya
Raden Wijaya itu tiga atau lima tergantung sumber yang digunakan.
Pada masa ini terjadi banyak pemberontakan yang disebabkan oleh tokoh yang bernama Mahapati.
Yang pertama adalah Ranggalawe yang tidak puas dengan pengangkatan nambi
sebagai Patih karena banyak tokoh yang lebih layak, dia mengusulkan lembu sora
yang merupakan pamannya, tapi Mahapati menghasut Jayanegara bahwa Ranggalawe
akan melakukan pemberontakan sehingga Ronggolawe tewas terbunuh oleh Kebo
Anabrang di sungai Tambak Mas. Lembu Sora yang melihat ponakannya dibunuh dengan
kejam berbalik membunuh Kebo Anabrang. Hal yang akhirnya akan menjadi bumerang
baginya.
Jayanegara bergaul akrab dengan Lembu Sora dan hal ini
dimanfaatkan oleh Mahapati. Dia bergaul baik dengan para menteri. Mahapati mengatakan pada Jayanegara bahwa
para menteri tidak suka hubungannya yang terlalu akrab dengan lembu sora karena
dia pembunuh Kebo Anabrang. Mahapati juga mempengaruhi Mahesa Taruna bahwa raja sedih kalau mengingat ayahnya.
Sementara dihadapan Lembu Sora, Dia mengatakan hal yang berbeda. Pad akhirnya
raja membuat keputusan untuk membuatnya pensiun dan membuangnya ke luar
Majapahit. Lembu Sora yang tdak terima akhirnya datang bersama pengiringnya ke
istana namun Nambi dan Jayanegara sudah dihasut oleh Mahapati bahwa Lembu Sora
datang untuk melakukan penghianatan.
Nambi menjadi sasaran berikutnya.atas hasutan Mahapati, dia
memnta ijin cuti ke Lumajang untuk menengok ayahnya. Saat ayahnya meninggal, Mahapati
dan para menteri datang melayat namun menganjurkan agar Nambi memperpanjang
cutinya. Dihadapan Jayanegara, Mahapati mengatakan kalau Nambi tidak mau balik
ke Majapahit dan merencanakan pemberontakan dengan membuat benteng di Pajarakan.,
bahkan dia bersekutu dengan para menteri yang datang melayat untuk melawan Jayanegara.
Akhirnya Jayanegara memimpn sendiri pasukan menumpas Nambi. Disini saya masih
bingung dengan posisi Arya Wiraraja dan Pranaraja. Di satu buku dijelaskan
bahwa Nambi merupakan anak dari Arya Wiraraja yang berkuasa di Lumajang setelah
majapahit di bagi, tapi di sumber lain Nambi merupakan anak Pranaraja di Lumajang
(ini juga salah satu pejabat penting di LUmajang) sementara Arya Wiraraja
adalah ayah dari Ronggolawe. Tapi biarlah ini dibiarkan saja, karena berbagai
buku menggunakan acuan dasar yang berbeda.
Selanjutnya muncul pemberontakan Kuti yang merupakan bagian
dari Dharmaputra. Pejabat yang diistimewakan Raja Wijaya. Pemberontakan ini
juga sangat berkaitan dengan ambisi Mahapati.
Pemberontakan ini sangat
berbahaya karena keluarga raja harus diungsikan ke Bedander. Gajah mada yang
masih menjadi bekel akhirnya menumpas pemberontakan ini. Dan Mahapati diceritakan
mati terbunuh setelah terkuak bahwa dia banyak melakukan fitnah kesana kemari.
Jayanegara akhirnya tewas terbunuh oleh Ratanca yang
merupakan golongan Darmaputra. Ini
sebagai akibat keinginan Jayanegara untuk menikahi dua saudara tirinya
agar tidak ada pesaing di kerajaannya. Hal ini diketahui oleh istri Ra Tanca
bahwa Jayanegara melakukan perbuatan yang tidak senonoh terhadap Tribuana dan
Dyah Wiyat. Ra Tanca member tahu hal ini kepada gajah mada namun gajah mada
diam saja sehingga Ra Tanca semakin benci kepada Jayanegara. Pada saat Jayanegara
sedang sakit bisul, maka Ra tanca yang sedang mengobati akhirnya membunuh Jayanegara,
sementara Ra Tanca langsung dibunuh oleh Gajahmada.
Sebenarnya pembunuhan Jayanegara Negara ini merupakan intrik
dari Gajah Mada yang mendukung trah dari putri putri Ketanegara namun
menggunakan tangan Ra tanca yang sangat membenci Jayanegara. Sejarah akirnya
mencatat tokoh yang membunuh adalah Ra Tanca tapi tokoh dibalik itu semua
sebenarnya adalah Gajahmada yang menginginkan pewaris tahta dari keturunan
Singasari.
Konflik berdarah berikutnya adalah Raden Patah, pendiri
Kerajaan Demak. Dia merupakan keturunan Brawijaya dari selir Cina yang dibuang
karena Permaisuri Dwarawati dari Champa sangat cemburu. Raden Patah kemudian
diakui sebagai putra Brawijaya dan dijadikan Bupati Glagahwangi alias Demak
dengan pusan Bintoro kemudian mulai menyerang Majapahit setelah kematian Sunan
Ampel guru Raden Patah yang melarangnya untuk menyerang ayahnya sendiri..
Keruntuhan majapahit ditandai dengan dikuasainya pusat Majapahit di boyongnya
alat pusaka dan upacara ke Demak. Cerita kronik Cina dan Babad Tanah Jawi
sedikit berbeda. Kalau dalam Babad Tanah Jawi dceritakan Brawijaya tewas dalam
serangan tersebut sementara menurut kronik cina Brawijaya ditangkap dan
dipindahkan ke Demak secara hormat. Walau Majapahit diserang namun Raden Patah
tidak memerangi umat Hindu dan Budha karena tujuannya adalah secara politik,
bukan karena sentiment agama.
Ki Ageng Pengging juga termasuk tokoh yang diceritakan dimana
beliau merupakan murid dari Syekh Siti Jenar, anak dari pasangan Pangeran Dayaningrat dan Ratu
pembayun, Putri Brawijaya. Ki Ageng Pengging melahirkan Mas Karebet alias Jaka
tingkir yang diasuh oleh istri kakak seperguruannya Nyi Ageng Tingkir. Sunan kKudus
dikirim Demak untuk menghukum mati Ki Ageng Pengging karena pengikut Syekh Siti
Jenar yang dianggap sesat.
Jaka Tingkir akhirnya menjadi menantu Demak dan mendirikan
kerajaan Pajang. Dia hadir saat di Demak terjadi kemelut perebutan kekuasaan
setelah meninggalnya Sultan Trenggana. Perebutan kekuasaan terjadi antara sunan
Prawata dengan Arya Penangsang, anak dari Pangeran Sekar Seda Ing Lepen,
Pangeran yang dibunuh oleh Sunan Prawata agar Sultan Trenggana bisa naik
tahta. Para adipati termasuk Ratu
Kalinyamat keturunan Demak dan Jaka Tingkir terlibat dalam pemberontakan dan
meembunuh Arya Penangsang.
Panembahan Senopati merupakan anak dari Ki Ageng Pemanahan
yang dianggap berjasa oleh Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir dalam perang
melawan Arya Penangsang sehingga dihadiahi tanah Mataram. Sepeninggal Ki Ageng
Pemanahan maka Sutawijaya ingin memiliki kekuasaan sendiri sehingga membelot
dari Pajang. Di saat yang bersamaan, Arya Pangiri, anak dari Sultan Prawata
yang dijadikan Adipati Demak menyingkirkan Pangeran Benawa, anak Hadiwijaya sehingga
Pangeran Benawa meminta bantuan kepada Sutawijaya. Akhirnya arya pangiri
diserang oleh gabungan Pangeran Benawa dan Sutawijaya namun setelah itu
Sutawijaya menjadi Raja Mataram yang menguasai seluruh Jawa.
Setelah Sultan Agung digantikan oleh Amangkurat I maka
muncul pemberontakan yang dilakukan oleh Trunojoyo dari Madura akibat kurangnya
perhatian baik dari Mataram maupun penguasa Madura. Trunojoyo dibantu orang
makasar merebbut kekuasaan di Madura bahkan untuk mengamankan persekutuan anak
Trunohjoyo dinikahkan dengan Kraeng Galesong dari makasar. Tahun 1677 Trunojoyo
mampu menguasai Plered sehingga Amangkurat I melarikan diri dan meninggal di
Tegalwangi. Pangeran Adipati Anom yang bergelar amngkurat II akhirnya meminta
bantuan VOC dan bersama sama menyerang Trunojoyo di Kediri sehingga Trunojoyo menyerah di lereng Gunung Kelud 27
Desember 1679.
Begitu selesai Trunojoyo
muncul perlawanan dari Untung Suropati , seorang Bali yang menjadi budak di Batavia.
Karena jatuh cinta pada majikannya, Suzana, maka dia disiksa keluarga Moor,
akhirnya Untung Suropati melarikan diri dan mengumpulkan orang orang Bali melawan
semua bangsawan di Batavia. Suzana meninggal di pengasingan namun melahirkan
anak yaitu Robert tapa sepengetahuan
Untung. Untung menerima syarat menjadi pasukan Belanda karena sangat mencintai
Suzana dan membantu melawan pasukan
Pangeran Purbaya dari Banten melawan VOC. Namun Belanda meremehkan
pasukan Bali dan hanya menganggap kelas dua sehingga mengalami perseteruan dengan pasukan Untung.
Untung meminta perlindungan pada Amangkurat II , namun karena desakan dari
Belanda, akhirnya tidak mampu mengambil keputusan. Sementara Adipati
Cakraningrat di Madura merasa kedudukannya terancam dengan kedatangan Untung
sehingga dia bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan pasukan Untung namun Untung
berhasil melarikan dri. Tahun 1705, Amangkurat III bergabung dengan untung
untuk melawan Pangeran Puger yang dibantu VOC.Pangeran Puger juga mendapat
bantuan dari Adpati Surabaya dan Cakraningrat sehingga perlawanan Untung Suropati berhasil dipadamkan dan meninggal di
Pasuruan.
Perlawanan Raden Mas Garendi alias Sunan Kuning berbarengan
dengan pemberontakan Tionghoa. Perlawanan Sunan kuning mampu menguasai Kartasura,
mengangkat Mangunoneng menjadi patih. Sementara Pakubuwana II akhirnya
melarikan dri ke Ponorogo. Sunan Kuning
akhirnya menyerah 1743. Begitu juga dengan Mangunoneng.
Pangeran Mangkubumi melakukan peperangan disaat yang bersamaan
dengan pemberotnakan Tionghoa dan Sunan Kuning. Pangeran Mangkubumi kecewa
terhadap PB II karena tidak menepati janji bahwa dia akan memberikan Sukowati
setelah menaklukkan pemberontakan Raden Mas Said. Akhirnya Pangeran mangkubumi
justru bersekutu dengan Raden Mas Said bahkan menjadikan Raden Mas Said sebagai
menantunya. Peperangan Mangkubumi akhirnya berhasil ditundukkan dengan perjanjian
Giyanti bahwa dia dijadikan Sultan Hamengkubuwono I dan berkuasa di Mataram Yogyakarta. Di
Yogyakarta Mangkubumi membangun istana air dan Taman sari yang sangat megah
namun akhirnya ditinggalkan karena kondisi istana yang kurang baik. Mangkubumi
akhirnya bersekutu dengan Kompeni untuk menghabisi Raden Mas Said karena
menganggap Raden Mas Said sebagai musuh utama dalam penyatuan Jawa. Hubungan
mangkubumi dengan PB III berjalan dengan baik dengan kematian Patih
Pringgalaya, Patih Mataram yang sangat dibenci Mangkubumi karena yang meminta Sunan
untuk membatalkan janji memberikan Sukowati. Raden Mas Said terus melakukan
pemberontakan dan baru berhenti pada tahun 1757 setelah adanya perjanjian
Salatiga dengan gelar Mangkunegara.
Setelah pemberontakan Mangkubumi dan Raden Mas Said maka
dilanjutkan perang Dipenogoro yang berlangsung 5 tahun. Situasinya adalah Belanda
sudah ikut campur terlalu dalam di keraton dengan mengubah adat istidat
keraton. Pejabat keraton juga suka hidup bermewah mewahan dan
meniru gaya hidup orang Belanda. Hal ini diperparah dengan pengangkatan HB V
yang masih berusia 2 tahun dan diwalikan oleh Patih Danurejo yang tunduk
terhadap Belanda . Belanda akhirnya akhirnya sengaja memasang patok patok yang
melewati makam leluhur Diponegoro di Tegalrejo untuk dijadikan jalan sehingga memancing
kemarahan Diponegoro dan menimbulkan perang besar yang disebut Perang Jawa. Perang
ini baru berakhir setelah Belanda menerapkan system Benteng Stelsel untuk
mempersempit ruangerak diponegoro. Diponegoro akhirnya ditangkap saat melakukan
perundingan di Magelang tahun 1830.
Ya rentetan peristiwa besar yang pernah terjadi di tanah jawa.
Akhir kata selamat membaca.
No comments:
Post a Comment