Ok, sekarang lanjut membuat review film Qodrat 2 mumpung ada waktu, maafkan deh kalau terasa sudah telat hehehehe, apalagi nontonnya selisih satu hari dengan pabrik gula yang baru aku post. OK, langsung saja, menonton film ini ekspektasiku begitu tinggi soalnya di film Qodrat 1 benar-benar mencuri perhatianku. Sebuah film horror yang lain dari yang lain. Nah tentu saja aku berharap film yang kedua ini akan menawarkan lebih baik dari yang pertama.
Film dibuka bagaimana Azizah (acha Septiasa) yang mengalami terror
dari Iblis Assuala karena bersekutu dengan iblis demi menyelamatkan anaknya,
Alif. Sebuah tindakan yang akhirnya membuat Azizah mengalami teror berkepanjangan.
Setelah kematian Alif dan Qodrat dipenjara, Azizah yang merasa Suaminya sudah
meninggal akhirnya sempat dirawat di rumah sakit sebelum akhirnya ikut temannya,
Purwanti, untuk bekerja di pabrik pemintalan benang alias Pabrik Benang Mas.
Qodrat berbekal surat surat yang pernah dikirimkan untuk dia
, akhirnya melacak jejak keberadaannya dan berakhir di Pabrik Pemintalan Benang
dan bertemu dengan Sukardi( Donny Alamsyah), pria yang curiga bahwa Istrinya,
Yuni, mati dijadikan tumbal oleh Pabrik Benang Mas.
Purwanti sendiri curiga, rekan rekannya yang mati di pabrik
bukan karena kecelakaan melainkan karena ditumbalkan. Hal ini karena di tas
korban selalu ditemukan buhul berisi tulisan yang tidak diketahui maknanya.Oleh
sebab itu Purwanti terus bertahan untuk mencari kebenaran dari semua ini. Sementara itu Qodrat dan Sukardi akhirnya
bekerja sama untuk masuk ke dalam Pabrik dan membongkar kedok pabrik tersebut
dan menyelamatkan istrinya. Qodrat yakin bahwa ada ilmu hitam di belakang
pabrik itu setelah Sukardi kerasukan dan berusaha untuk membunuh mereka berdua.
Jika di film yang pertama sosok iblis menakutkan bernama
Assualla, maka di film yang kedua, sosok tersebut adalah Zhaduq, junjungan dari
para petinggi pabrik Benang Mas. Seluruh Jajaran atas dari pabrik ini merupakan
penyembah dari Eyang Zhaduq. Zhaduq memberikan mereka kekayaan namun juga harus
memberikan tumbal, yaitu para tenaga karyawan di pabrik ini.
Aku suka lihat Qodrat di film kedua ini. Jika di film
pertama, dia digambarkan ragu, rapuh, tidak yakin dengan dirinya sendiri, maka
di film kedua ini dia menjadi pribadi yang lebih percaya diri. Mungkin karena
di film pertama dia merasa terus dihantui rasa bersalah karena kematian
anaknya, Alif sehingga membuat dirinya tidak yakin dengan dirinya dan
kemampuannya sebagai seorang ustad. Ssetelah mengalahkan Assuala, dia
melanjutkan hidupnya menjadi pribadi yang lebih percaya diri dalam memandang ke
depan. Proses perubahan dalam diri seseorang karena mampu melepaskan sebuah
trauma yang berkepanjangan.
Sosok Acha benar-benar mampu menjalankan perannya sebagai
dengan baik sebagai Azizah. Aku jadi berpikir andai bukan Acha, apakah hasilnya
akan menjadi sebaik ini? Peran Azizah yang memiliki luka batin yang terus
terbawa mampu dilakoni dengan baik. Apalagi adegan saat Azizah kesulitan dalam
adegan menjalankan shalat tobat. Dia tidak mampu menyelesaikan bacaan ayat suci
walau sudah diulang beberapa kali, seoalah
ada penghalang besar yang tidak mampu ditembus. Aku bisa paham situasi itu, saat
kita merasa berdosa sekali, kita seolah olah tidak layak untuk berdoa dan
bertobat. Seolah olah kita itu benar-benar manusia hina yang tidak layak untuk
menyembah Tuhan.
Bagi yang belum tahu film yang pertama, maka di pembuka film
ini ada potongan potongan dari film pertama untuk mengetahui secara umum apa
yang terjadi dan hubungannya dengan situasi di film kedua, termasuk di dalamnya
luka batin dan perasaan berdosa yang begitu besar menyelimuti Azizah. Film ini
juga minim jumpscare menurutku dan itu bikin aku betah aja. Bayangkan kalau
dikit dikit harus kaget karena ketemu setean, sepertinya itu bikin emosi saja.
Film ini juga memasukkan kritik sosial di dalamnya . jika di
film pertama kritik disematkan pada organisasi milik ustad yang mengatasnamakan
agama untuk mengambil alih tanah milik warga, maka di film kedua, kritik
ditujukan kepada pabrik yang semena-mena terhadap para karyawan. Tindakan
semena-mena yang akhirnya berujung demontrasi yang dilakukan oleh kelompok
buruh wanita dipimpin oleh Purwanti karena kesewenang-wenangan yang dilakukan
oleh Benang Mas. Terkesan sepele tapi bagiku ok ok aja sih menarik melihat
adanya demontrasi ini. Dari awalnya para buruh yang tidak mau demo karena
mereka berpikir harus menafkahi keluarga, akhirnya Bersatu untuk membebaskan Azizah
yang ditangkap oleh Safih, si pemilik pabrik.
Jika di film film horror pada umumnya, sosok ustad
diibaratkan pemuka agama yang hanya bisa berdoa dalam mengusir setan, nah di
film ini si ustad juga seorang petarung. Bagi saya ini justru menarik karena
memberikan warna baru, bukan Cuma berdoa membacakan ayat suci terus setan pergi
clinggggg, tapi ada adegan laga. Ayat ayat suci disini juga ada subtitlenya
sehingga memudahkan kita yang bukan muslim untuk paham itu ayat suci yang
dibacakan memiliki makna apa.
Cuma, entah mengapa adegan laga yang melibatkan Qodrat dan
para jongos pabrik dari sekuriti hingga dukun penyembah Zhadug juga terasa
kurang. Dibandingkan film yang pertama, untuk laga sepertinya aku lebih suka
yang pertama karena gimana ya, laga di film kedua seperti kurang nendang gitu. Pertarungan
yang Wow baik dengan dukun maupun dengan setannya tidak kutemukan di film ini. Belum
lagi sosok Zhaduq yang menjadi setan sesembahan para pemilik pabrik. Apa ya,
aku mengharapkan ada semacam porsi besar dan mengintimidasi seperti layaknya
Assuala di film pertama. Namun ekspektasiku salah. Sosok Zhadug kayak kurang
greget, ibarat setan, dia kayak setan dibawah levelnya Assuala.
Begitu juga sosok dukun penyembah setan Safih yang diperankan
Septian Dwi Cahyo. Masak baru bag big bug sebentar sudah kalah, kayak loh
musuhnya kok cuma seperti ini, aku piker bakal ada duel maut dan menantang
diantara keduanya ternyata dugaanku salah deh.eh Safih itu si dukun atau
pemilik pabrik sih, aku kok agak lupa, kukira yang punya pabrik itu orang lain.
Apalagi pertarungan Qodrat lawan kroco kroco satpam, kayak langsung selesai aja
gitu, hehehe, ok lah kalau lawan kroco itu langsung selesai tidak apa-apa, tapi
pas lawan si bos harusnya lebih sulit dikalahkan dunk itu Safih.
Film ini juga seperti agak kosong di bagian tengah. Jadi setelah
kehancuran pabrik Benang Mas dan Qodrat membawa Azizah pergi dari situ naik
Motornya, aku kira film sudah menuju ending karena benar benar tidak ada wow,
jadi terkesan seperti adegan drama keluarga yang yah kita akan berpikir oh ini
film sudah berakhir dan mereka berdua hidup Bahagia. Eh ternyata dugaanku salah.
MUngkin Charles Gozali sengaja membuat kayak gini ya, setelah bak bik buk
pertarungan selesai maka tensinya diturunkan dengan cara adegan drama keluarga
antara Azizah dan Qodrat diperbanyak . begitu orang sudah lengah , kemudian
tensi dinaikkan lagi dengan munculnya teror iblis Assuala yang selalu
mengganggu Azizah. Ini merupakan catatan minusku sendiri sih.
Walaupun ada beberapa hal yang tidak sreg di hati, tapi
secara keseluruhan film ini masih ok untuk ditonton jadi yuk gaskeun nonton
film ini bagi yang belum nonton.
No comments:
Post a Comment