![]() |
detik.com |
Akhirnya aku mereview juga film animasi lebaran yang berjudul Jumbo. Dibela-belain nonton di hari pertama tanggal 31 Maret saking kuatirnya segera turun layar. Maklum, film animasi seperti ini bukan tipe film yang disukai oleh penonton Indonesia. Terbukti di hari pertama di bioskop yang menonton hanya setengah kapasitas yang terisi.
Film ini menceritakan sosok anak kecil berusia 10 tahun bernama Don yang sering dibully oleh teman-temannya karena lamban akibat tubuhnya yang gemuk sehingga dijuluki Jumbo. Akibat perundungan yang diterima , Don berusaha membuktikan ke teman-temannya bahwa dia tidak selalu kalah dengan mengikuti pentas seni untuk membawakan cerita dari buku dongeng yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya yang sudah meninggal dan lagu buatan ibunya.
Namun, Buku tersebut diambil oleh Atta, salah satu anak yang
membully Don. Bersama Mae, Nurman, dan satu peri misterius bernama Meri, Don
berusaha merebut kembali buku dongeng dari tangan Atta.Don membuat perjanjian dengan
Meri bahwa dia akan membantu mencari orang tua Meri jika Meri membantu Don dan
teman-temannya untuk bisa tampil maksimal dalam lomba bakat yang
diselenggarakan di kampungnya.
Jalan ceritanya sederhana dan memang lekat dengan
perundungan, bagaimana Don yang merasa rendah diri karena dia hampir tidak
pernah diajak main sama teman-temannya. Teman-temannya merasa kalau mengajak
Don main dalam beregu pasti akan mengalami kekalahan, apalagi tubuh Don yang besar.
Rasa rendah diri yang berusaha dikalahkan dengan berusaha menunjukkan bahwa dia
tidak selemah yang teman-temannya pikirkan.
Don bisa dekat dengan Mae dan Nurman karena sama-sama
berasal dari keluarga yang tidak utuh. Mae merupakan seorang anak dari panti
asuhan dan diadopsi oleh orang tua asuh. Sementara itu Nurman sudah kehilangan kedua
orangtuanya dan tinggal Bersama kakeknya sambil merawat tiga kambing kakeknya.
Ada beberapa pesan moral yang aku tangkap dari film ini. Pertama
bagaimana kita belajar untuk tidak ingkar janji. Don berjanji untuk membantu Meri
mencari kedua orang tuanya. Namun setelah Don memenangkan lomba bakat, dia
sibuk dengan dirinya dan tidak peduli dengan kedua orang tua Meri. Hal yang membuat
hubungannya dengan Mae dan Nurman menjadi renggang.
Don terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. Dia hanya ingin
didengar, didengar dan didengar namun tidak mau untuk mendengar. Dia hanya focus
pada dirinya untuk bisa memenangkan lomba dan menunjukkan prestasinya kepada
teman-temannya. Bukankah kita semua seringkali juga lebih suka untuk hanya
didengar namun malas untuk mendengar orang lain. Ini merupakan pesan dari nenek
Don, untuk bisa menjadi seorang pencerita yang baik, dia harus belajar mendengarkan
juga, bukan hanya didengar saja.
Nilai persahabatan juga begitu kuat di film ini. Kita
diajarkan untuk tetap menjaga hubungan persahabatan dengan teman-teman kita,
bukan menjadi orang yang egois. Sama seperti Don yang akhirnya mengakui kesalahannya
dan belajar dari kesalahannya untuk membantu Meri mencari kedua orang tuanya.
Pesan yang lain, perundungan dengan alas an apapun itu tidak
dibenarkan. Perundungan yang ada di film ini menurutku masih sederhana hanya
sekadar mengata-ngatai fisik Don, tapi di luar sana, ada banyak jenis
perundungan yang lebih kejam yang bisa mengganggu mental si anak. Jika perundungan
sederhana yang diterima Don aja mampu membuat dirinya menjadi rendah diri,
apalagi jika itu perundungan yang lebih kejam?
Tokoh yang melakukan perundungan yaitu si Atta, ternyata
juga bukan anak yang kaya raya atau hebat. Dia hanyalah adik dari seorang
tukang servis radio yang miskin. Dia ingin ikut lomba bakat agar mendapat
hadiah uang untuk membantu biaya pengobatan kaki kakaknya, namun keberuntungan berpihak
terlebih dulu kepada kelompok Don. Hal yang bikin dia emosi dan merebut buku
dongeng Don, karena harusnya dia dan Don tidak bisa ikut lomba akibat waktu
sudah habis dan jumlah peserta sudah terpenuhi.
Ada kritik sosial disini bagaimana kampung Don akan
mengalami penggusuran dan didalamnya ada keterlibatan Pak Kades. Pak Kades
menangkapi hantu-hantu dari kuburan kuno , termasuk orang tua Meri karena benci
kuburan almarhumah istrinya juga kena penggusuran. Hmm tipikal kalau dia tidak Bahagia,
maka orang lain juga tidak boleh Bahagia.
Adegan kejar-kejaran antara kelompok Don dengan Pak Kades
cukup seru, walau aku agak bingung sih kok bisa radionya digunakan untuk
menangkap roh-roh. Namun, yah anggap aja gelombang radio tertentu bisa untuk
mengundang hantu dan menjebaknya seperti di beberapa film hantu, jadi ya gpp
deh. Kukira tokoh antagonisnya itu ya cm si Atta, ternyata malah Pak Kades
hehehehe.
Film ini sudah dikerjakan sejak tahun 2020 oleh Ryan
Adriandy sebagai sutradara dengan melibatkan 420 kreator animasi. Artinya film
ini sudah diproses selama lima tahun. Visinema sebenarnya cukup berani sih
memproduksi film ini tapi kalau aku piker-pikir film ini Visinema memang bukan PH yang komersil saja,
mungkin semacam subsidi silang. Jadi kalau rugi ya tidak rugi-rugi amat. Film ini
selain diputar di Indonesia juga akan diputar di 17 negara. Sedihnya nih anak-anak
yang diincar malah pada nonton film Indonesia lain seperti Qodrat 2 dan Pabrik
Gula. Hadehhhh, tapi ya sudah gak apa-apa.
Adanya bunga Citra Lestari, Ariel Noah, Cinta Laura, Ariyo
Wahab serta Angga Yunanda sebagai pengisi suara tentu menjadi daya Tarik film
ini juga. Jika kalian memang mendukung perkembangan industry animasi di Indonesia,
saran saya adalah, yuk nonton film ini. Tidak rugi kok.
No comments:
Post a Comment