Labels

Friday, August 4, 2023

Film Malam Jumat Kliwon remake

 


Kali ini saya akan mereview film berjudul Malam Jumat Kliwon yang dibintangi oleh Luna Maya. Tentu saja saya tidak akan melewatkan kesempatan untuk melihat seperti apa film inisetelah sebelumnya Luna maya sukses memerankan Susana pada film Malam satu suro pada tahun 2019 kalau tidak salah dengan jumlah penonton lebih dari 3 juta orang.

Film-film Susana memang sudah ikonik sih kalau bagi saya. Apalagi dengan peran peran setan hantu sundel bolongnya. Tidak salah sih kalau Almarhumah Suzanna dianggap sebagai ratu film horror indonesia. Nah, kisah film ini akan kuceritakan (mengandung spoiler, jadi yang belum nonton harus siap-siap mendapatkan bocoran, hehehe).

Filmnya menceritakan sosok Suzanna yang memiliki kekasih bernama Surya. Namun, karena ayahnya terjebak hutang dengan Raden Aryo, maka Suzanna terpaksa menikah dengan Raden Aryo untuk mendapatkan keturunan. Pernikahan mereka berdua menimbulkan kecemburuan terhadap Minati, istri pertama Raden Aryo yang tidak mampu melahirkan keturunan. Akhirnya dengan ilmu hitam, Minati berhasil membunuh Suzanna kala melahirkan di Malam Jumat Kliwon. Hal ini berlanjut dengan Suzanna yang mulai bangkit dari kubur untuk membalas dendam terhadap keluarga Raden Aryo.

Ada beberapa catatan yang perlu kukiritisi sih, hehehe. Film ini dari awal bersetting Jawa Timur tahun 1986. Aku masih penasaran sih , daerah mana ya, di Jawa Timur yang masih kental orang kayanya baik laki-laki dan perempuannya berpakaian jawa ningrat gitu, kirain itu hanya ada di kawasan Solo Yogya soalnya. Kemudian sosok dua satpam Japri dan Rojali yang diperankan Adi Bing Slamet dan Opie Kumis. La setingnya saja di Jawa Timur, tapi dua orang ini malah pakai bahasa Jakarta, elu guwe dan berbagai kosakata Jakarta. Telingaku sangat terganggu mendengarnya karena yam asak di Jawa Timur pakai bahasa dan aksen Jakarta. Yang benar saja. Atau bolehlah cari pembenaran, mereka berdua dianggap perantau di Jawa Timur terus bekerja menjadi satpam, tapi ya tetap tidak nyambung. Perantau-perantau yang saya kenal di Jawa Timur juga pada akhirnya mulai terpengaruh dari logat maupun bahasa, walau tidak akan bisa menghilangkan akses aslinya. Ini mungkin menjadi catatan untuk film Suzanna di masa yang akan datang agar dialog maupun peran ya benar-benar disesuaikan gitu, yah mungkin karena saya di Jawa Timur sih, bukan di wilayah lain, jadi terasa sekali bahasanya beda banget dengan yang saya gunakan.

Namun, kehadiran dua satpam ini memang sangat penting sekali untuk memecahkan suasana agar ada gelombang-gelombangnya begitu, ada bagian yang menghibur kocak, ada yang bagian drama, ada bagian horror, ada bagian gorenya, hehehehe. Selain dua satpam ini, maka kehadiran abang tukang baksonya juga ikonik sih, kalau biasanya kan ingat Suzanna ingat “bang, satenya bang. 1000 tusuk ya bang, wkwkwkkw) maka di film ini beli bakso 10 mangkok, eh 20 mangkok sih dan langsung habis wkwkwkkwkwkwk. Jadi antara horror dan kocak jadi satu.

kemudian adegan Suzanna disantet sebelum akhirnya meninggal. Entah kenapa bagiku kok terlalu cepat ya, dari yang dikerubungi ular, yang kedua kesedak rambut panjang, entah, bagiku kurang makjleb aja. Bukan berarti kurang horror ya, tapi kayak kurang aja, aku pribadi mengharapkan ada beberapa adegan lagi yang menunjukkan bahwa Suzanna sedang disantet sehingga pas dia ketemu dengan Surya dan mengatakan dia disantet itu jadi kayak kuat banget. Atau bolehlah kalau dua adegan saja , tapi atmosfernya dibuat lebih kerasa yang menunjukkan bahwa memang dia sedang disantet gitu. Itu belum aku rasakan. Nama Suzanna sendiri aku bingung, film aslinya apay a menggunakan nama Suzanna ya? mau bongkar-bongkar di youtube kok malas, wkwkwkwkw. Soalnya begini, seting tahun 1986 dan situasi di pedesaan, itu kayak gak mungkin sih ada orang tua yang memberi nama Suzanna kepada anak gadisnya. Kalau kondisinya di kota masih oklah masih ditemukan, tapi kalau di desa , susah banget aku melogika ada keluarga desa terpencil yang memberi nama Suzanna kepada anak perempuannya. Tapi ya sudahlah.

Adegan pembunuhan baik dari para dukun, keluarga Raden Aryo dan para centheng-centhengnya kok aku merasa terlalu kepanjangan ya? hihihihi selera juga sih ya. bagiku bagian ini kayaknya bisa di ringkas sih, dan dibangun suasana horror. Sepanjang adegan, aku merasakan adegan menyeramkan kok gak ketemu, atmosfernya beda dengan atmosfernya film Suzanna. Di sini , terutama bagian akhir lebih kayak adegan slasher atau bertarung yang , yah tidak ada nuansa horror sih. Padahal menonton film Suzanna yang dipikiran adalah adegan yang mistis dan menyeramkan, namun aku tidak menemukan aura sekuat itu di film ini.

Di film ini juga kayaknya ada sedikit perbedaan bagaimana Suzanna bangkit dari kubur versi lama. Di film ini karena ada semacam iblis yang menggoda Surya untuk membantu menghidupkan Suzanna dengan syarat bayi Suzanna diberikan kepada iblis itu pas di Tengah hutan. Seingatku sih dulu tidak seperti itu, tapi pas adegan ini memang suasananya menyeramkan sih. Di Tengah hutan gelap gulita, Surya yang bucin banget dengan Suzanna dan suara yang tidak keliatan wujudnya menggoda iman Surya untuk bersekutu dengan imbalan nyawa bayi Suzanna. Feelnya dapat banget secara horror hehehehe.

Ada bagian yang aku kemudian bertanya. Saat Suzanna meninggal masak tidak ada satu wargapun yang tahu. Ok, memang Minati menguburkan jenasah Suzanna diam-diam biar tidak ada yang tahu, tapi kayak tidak logis. Ingat, ini setingnya adalah tahun 80an dan kehidupan di desa. Kehidupan di desa masyaratnya sangat terikat erat secara sosial, sehingga kejadian apapun di desa biasanya dengan segera akan langsung tahu. Apalagi ini yang meninggal adalah sosok istri muda seorang tuan tanah kaya di desa, hal yang sangat mustahil tidak ada orang desa yang curiga kalau sosok istri muda tiba-tiba lenyap dari hirup pikuk desa tanpa alasan yang jelas. Di film hanya menjelaskan orang tua Suzanna sudah dibelikan rumah di Surabaya dan diberitahu kalau anaknya meninggal waktu melahirkan, ok sampai disini masih logis. Tapi bagaimana dengan penduduk desa dengan segala kenyinyirannya? Tidak mungkin menutup rapat-rapat kematian seorang istri juragan kaya raya tanpa menimbulkan pertanyaan? Bagian ini menciptakan sebuah lubang pertanyaan yang tidak logis jadinya. Kecuali kalau kondisinya di perkotaan yang masyarakatnya lebih individualis, maka saya sih percaya-percaya saja.

Namun, suasana tahun 80an bagiku masih ok-ok saja , masih terjaga dengan baik, baik dari style baju, rambut maupun motor. Yup, motor maupun mobil yang digunakan berseliweran di film ini menggambarkan kondisi di era itu, jadi ok-ok saja.Alur cerita selama 2 jam lebih bagiku tidak membosankan karena idenya benar-benar runtut dari awal sampai akhir jadi berbagai pertanyaan yang aku sampaikan tadi masih ok lah untuk diabaikan. Ending  film ini justru membuatku berpikir jangan-jangan bisa menciptakan sekuelnya mengingat Suzanna bisa dikalahkan karena ditusuk paku kayu di ubun-ubunnya. Tau sendiri kan legenda sundel bolong atau kuntilanak ya, yang dia berwujud manusia namun bis aberubah menjadi setan jika paku kayu di ubun-ubunnya dilepas. Menarik sih ini untuk ditunggu apakah akan ada kelanjutannya atau tidak.

Acting para pemainnya menurutku ok, baik dari Luna Maya , Achmad Megantara, Tio Pakusadewo maupun Sally Marcelina, mereka mampu menciptakan chemistry yang diharapkan. Apalagi bagian agak aneh sebenarnya adalah antara Megantara dan Luna Maya mengingat selisih usia mereka cukup jauh, namun bisa menciptakan ikatan batin yang kuat di film ini. Kalau saya beri nilai dari 1-10 maka film ini aku beri nilai 7,5 saja. Film ini masih sangat rekomendasi kok, dengan adegan adegan slaser yang di film Susana sebelumnya kayaknya tidak sesadis ini, tapi untuk ukuran film indonesia, slashernya masih bisa dinikmati sih. Bagaimana penilaian kalian? Silahkan komen di bawah ya.

 

No comments:

Post a Comment