Labels

Monday, June 8, 2015

tujuh kebiasaan versi semar dan Pandawa



Judul buku                          : The 7 Habits of Highly Effective People versi Semar dan Pandawa
Pengarang                          : Pitoyo Amrih
Penerbit                              : Pinus Book Publisher Yogyakarta
Tahun terbit                       : cetakan 1 Januari 2008
Tebal halaman                   : 227 Halaman
               
Tujuh kebiasaan versi Semar dan pandawa? Itu yang menjadi pertanyaan dalam benak saya. Kemudian saya baca bahwa sebenarnya memang dalam cerita pewayangan, nilai nilai yang mereka anut bisa mencerminkan nilai nilai tujuh kebiasaan versi Stephen covey yang terkenal ini.
Dalam dunia wayang, ada beberapa prinsip utama, yang pertama adalah prinsip bahwa semuanya berawal dari sang pencipta. Hal ini bisa dilihat bahwa awalnya ada sosok yang bernama sang Hyang Tunggal yang merupakan cikal bakal para dewa , kemudian dia tiga anak memiliki anak yang ibunya merupakan suatu misteri besar, masing masing bernama Sang Hyang Tejamaya yang kelak menempuh jalan menjadi bangsa manusia bernama Togog dan mengembara menjadi punggawa dari raja raja yng memiliki karakter buruk. Anak berikutnya adalah Sang Hyang Ismaya yang kelak menjadi manusia dan mengabdi pada raja raja yang memiliki karakter terpuji. Anak terakhir adalah Sang Hyang Manikmaya yang kelak akan menjadi pemimpin para dewa di Jonggring Saloka.

Prinsip berikutnya adalah prinsip bahwa semua akan berakhir pada sang pencipta. Hal ini bisa dilihat bahwa para dewa yang menitis menjadi manusia seperti Togog dan Semar yang memilih jalan kematiannya menjadi manusia. Prinsip berikutnya adalah prinsip betapa sedikit yang kita tahu. Hal ini tercermin dari percakapan antara Manikmaya, Ismaya dan Tejamaya dimana Manikmaya sebagai yang bungsu digambarkan sok tahu dalam segala hal sehingga diberi pertanyaan tentang asal usul kehidupan dan tidak mampu dijawabnya dengan baik namun pada akhirnya justru menciptakan jarak pribadi antara Tejamaya dan Manikmaya. kemudian ada prinsip bahwa semua pastilah berawal dari sebuah kesederhanaan. Hal ini diperjelas bahwa segala sesuatu dibuat dari kreasi mental baru ke kreasi fisik, misalnya rumah (fisik) dibentuk dari rencana (kreasi mental). Hal ini bisa dilihat dari percakapan antara Tejamaya dan Ismaya. Ada prinsip tentang keseimbangan dimana alam akan membentuk keseimbangan baru karena perilaku manusia, misalnya ada kebakaran hutan karena ulah manusia, atau peristiwa banjir dan pemanasan global merupakan suatu cara yang dibuat alam agar terjadi keseimbangan.
Ada prinsip yang menyatakan bahwa semua tak pernah sama. Bahwa hukum alam apa yang kita kira sama dari dulu sampai sekarang , ternyata muncul dengan cara yang berbeda. Kemudan ada prinsip bahwa manusia tak pernah sama. Dalam pembicaraan antara Semar dan Bagong, dimunculkan bahwa manusia dari lahir hingga mati akan mengalami perubahan, baik itu fisik, pikiran maupun hati. Ada prinsip hukum tanam. Hal ini sesuai dengan pikiran Covey yang menyatakan bahwa tanamlah gagasan maka petiklah tindakan, tanamlah tindakan, petiklah kebiasaan. Tanamlah kebiasaan, petiklah watak. Tanamlah watak , petiklah nasib. Ini merupakan hal yang sudah diterima oleh dunia sekalipun. Dalam dunia wayang juga dtemukan prinsip bahwa semua tak akan pernah sia-sia. Hal ini tercermin dari pembicaraan antara Manikmaya dan Semar. Semar memercayai bahwa apa yang dilakukannya itu tidaklah sia sia karena memang demikianlah hukum alamnya. Ada prinsip tidak semua selalu terlihat seperti yang terlihat. Ini bisa dilihat saat Semar mengabdi pada raja Arjunasasra tapi diremehkan oleh patihnya yang bernama Sumantri akibat penampilan Semar yang buruk rupa, namun karena kebijaksanaan Semar maka Sumantri mengakui kehebatan Semar.
Dalam dunia wayang ada prinsip bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan didunia ini kita sekedar mampir tak lama. Hal ini sangat sesuai dengan pepatah jawa yang dikenal dengan mampir ngombe. Karena zaman dulu orang Jawa selalu menyediakan air di depan rumah untuk para pengembara. Ada prinsip manusia bebas memilih , tapi konsekuensi atas pilihan itu akan selalu terikat hukum alam. Hal ini bisa dilihat dari Sumantri yang membunuh adiknya Sukasrana karena tidak suka dengan adiknya namun berpura pura suka karena tahu kehebatan Sukasrana yang dapat membuat taman indah bagi Arjunasasra, tapi konsekuensi itu adalah Sumantri terus dliputi perasaan bersalah karena telah membunuh adiknya sendiri.
Dalam dunia wayang juga ada prinsip hidup untuk saling mencintai. Misalnya Arjunasasra demi menghindari banjir yang melanda kerajaannya membangun bendungan namun mengakibatkan banjir parah di Alengka sehingga Rahwana akhirnya menyerang Arjunasasra dan menghancurkan bendungan itu.
Ada tujuh kebiasaan yang dibahas dalam buku ini dan persis seperti yang dlakukan oleh Covey. Pada bab 2 dijelaskan mengenai kemenangan Pandawa. Kemenangan pandawa ini karena mereka mampu melakukan tujuh kebiasaan utama sehingga bisa memenangi pertempuran. Tujuh kebiasaan yang dalam covey terbagi menjadi tiga bagian pokok, tiga kebiasaan yang pertama berhubungan dengan kemanangan pribadi, tiga kebiasaan berikutnya berhubungan dengan kebiasaan public sehingga tercipta suatu tergantungan. Dan kebiasaan yang ketujuh adalah cara untuk mempertahankan suatu kualitas dari kebiasaan kebiasaan sebelumnya yang dalam covey disebut sebagai ‘mengasah gergaji”.
Kebiasaan yang pertama adalah sikap proaktif. Hal ini dijelaskan bagaimana contoh proaktifnya orang jawa pada diri Semar. Menurut covey, cirri orang proaktif adalah orang yang selalu menerima tanggung jawab atas perilakunya dan merespon setiap stimulus dengan merujuk pada nilai nilai yang dia anut walau itu akan mencelakakan temannya atau terasa pahit di dengar orang lain. . Kita bisa melihat pada perilaku semar. Semar melihat pertarungan antara Bambang Panyukilan dan Bambang Sukati. Dua orang sakti di dunia wayang dari bangsa jin dan gandarwa yang sombong mengenai kesaktiannya. Tapi mereka berdua tidak ada yang menang dan kalah sehingga Semar memutuskan  turun tangan dan menyembuhkan mereka  saat melewati medan pertarungan itu. Semar hanya focus pada lingkaran pengaruhnya, yaitu apa yang bisa diperbuatnya untuk mempengaruhi orang, yang itu merupakan salah satu cirri orang proaktif. Dan dua orang ini kelak berganti nama menjadi Gareng dan Petruk.
Determinisme seperti ini, kalau merujuk pada covey dibedakan menjadi empat, yaitu determinisme genetic yaitu respon yang terjadi karena faktor keturunan  Dalam dunia wayang dicontohkan seperti Lesmana Mandrakumara yang selalu berkeluh kesah dan menyesal bahwa dia adalah anak suluh prabu Duryudana. Determinisme yangkedua adalah determinisme psikis, yang terjadi karena didikan dan perlakuan orang tua terhadapnya. Ini bisa dicontohkan seperti Gatotkaca yang dididik untuk menjadi mesin pembunuh dari musuh orang tuanya sedikit banyak mewakili pola ini. Determinisme yang ketiga adalah determinisme lingkungan  yang terjadi karena pengaruh lingkungan terhadapnya. Misalnya Raden Jayadrata yang berwatak satria karena dididik para sesepuh dan resi pilihan negeri Sindhu namun karena mulai mengenal Kurawa dia mula tergoda dengan gaya hidup Kurawa, apalagi setelah menikah dengan satu satunya perempuan Kurawa Dewi Dursilawati, maka dia menjadi semakin patuh dan tak kuasa menolak perintah Duryudana.
Untuk menjadi semakin proaktif, maka covey mengajarkan agar manusia memanfaatkan empat anugerah manusiawi yang ada dalam diri manusia, yaitu kesadaran diri (awareness), imajinasi, suara hati, dan kehendak bebas (independent will).
Kebiasan yang kedua adalah Begin with end in mind yang bisa kita pelajarai dari misi Yudistira. Kebiasan ini berhubungan untuk membawa diri agar dapat memimpin kepada hal hal yang benar. Karena memimpin selalu diawali dengan dua hal yaitu kreasi mental dan kreasi fisik. Misalnya sebelum membuat rumah kita harus membayangkan dulu dalam pikiran kita. Contoh sederhana dalam Covey adalah bagaimana kita membayangkan kematian kita kelak dan melihat bagaimana komentar dari orang orang yang berhubungan dengan kita.  Hal ini bisa dilihat dalam dunia wayang yaitu sosok samiaji atau Yudistira yang rela menerima taruhan dengan Kurawa, bukan karena kebodohannya, tapi baginya ini merupakan salah satu cara untuk berpegang pada misinya agar bisa memberikan pencerahan dan pembalajaran pada Kurawa. Bahkan Samiaji mau diajak berjudi dua kali dengan taruhan istrinya dan negeri Amarta. Dia tetap berpegang pada prinsip  dan misinya in untuk memberikan kesadaran pada Kurawa walau akhirnya gagal.kit belajar untuk setiap pada misi kita dengan menuliskan apa yang menjadi misi kita sehingga kita tidak berbelok pada misi kita. Hal ini dkarenakan peran yang sealu menyelearasan pada prinsip ini akan mempengaruhi rasa aman (security), memberikan arahan yang tepat pada pilihan hidup (guidance), memberikan inspirasi akan kebijaksanaan (wisdom)dan kekuasaan (power) untuk melakukan sesuatu terhadapnya.
Kebiasaan yang ketiga adalah mendahulukan yang utama yang kita bisa bercermin pada manajemen ala Kresna. Pada kebiasan ini covey membuat empat kuadran yang ddasarkan pad aposisi penting dan genting, penting tapi tidak mendesak, tidak penting tapi mendesak, tidak penting dan mendesak.  Kita melihat pada diri Kresna yang banyak melakukan hubungan dengan raja raja di dunia wayang. Hal ini menjadi sangat berguna kala terjadi perang antara pandawa dan kurawa. Krisna merupakan seorang diplomat ulung. Proses diplomasi ini tidak terjadi sekali dua kali, tapi proses yang terjadi terus menerus. Cara untuk melatih kuadran ini menurut Covey dengan menempatkan batu besar di dalam bak dulu, baru batu kecil. Batu besar melambangkan kebutuhan yang penting tapi tidak mendesak, baru setelah itu memasukkan batu batu kecil. Kegiatan di kuadaran 2 ini disebut juga dengan (big rocks). Menurut Covey. Salah satu batu besar yang harus dilakukan demi efektifitas hidup adalah menjalin hubungan baikd engan orang lain yang diistilahkan dengan menabung di rekening bank emosi (emotional bank account). Ada enam hal agar kita bisa dianggap menabung pada rekening tabungan emosi kepada seseorang, yait understanding the individual, attending to the little thing, keeping the commitments, clarifying expectation, showing the integrity dan yang terakhir apologizing when you make withdrawal. Tiga kebiasaan yang pertama ini untuk menjadi orang yang efektif dan membawa dri kita dari ketergantungan menjadi kemandirian.
Kebiasaan yang keempat adalah kebiasaan menang-menang. Hal ini bisa dilihat dari reaksi bahwa pandawa kalah main dadu sehingga harus mengasingkan diri selama 13 tahun. Dilihat secara sementara ini adalah pola kalah menang, tapi pandawa berpikir yang lain bahwa ini adalah posisi menang menang karena bisa jadi selama 13 tahun pengembaraan akan banyak memberikan manfaat bagi mereka untuk menjadi pemenang di kemudian hari pada saat terjadi perang atau menjadi penguasa karena mereka begitu dekat dengan kehidupan rakyat jelata. Orang yang memiliki keberanian rendah dan kemuan yang rendah akan terbawa pada kondisi kalah kalah. Orang yang memiliki keberanian rendah tapi pertimbangan yang baik akan pada kondisi kalah menang. Pemikiran yang ada pada yudistira ada tiga wawasan yang mendasari prinsip menang menang yaitu watak kematangan, sikap mentalitas yang berkelimpahan, daintegritas yang ditunjukkan yudistira bahwa misinya salah satunya adalah menyadarkan Kurawa dengan jalan Damai.
Kebiasan yang kelima yaitu mengerti dulu sebelum dipahami orang lain, yang bisa dipelajari dari sosok Bima dan Arjuna. Mereka berdua mau untuk ikut dalam pengembaraan , padahal yang kalah berjudi adalah Yudistira. Mereka tidak ikut bersama sama dengan Yudistira karena akan membongkar identitasnya jika satu keluarga selalu bersama sama, dan mereka mengubah namanya dan berbaur dengan kaum rakyat jelata. Bima menjadi seorang tukang jagal, dan arjuna menajdi seorang guru tari. Cara untuk memahami adalah dengan mendengar pada tingkat kelima yaitu ketika mampu mendengar dengan penuh empatik. Sementara empat klasifikasi sebelumnya itu kurang mampu memahami dengan baik, yaitu mendengar tapi mengabaikan, mendengar tapi pura pura, mendengar secara selektif, dan mendengar dengan penuh perhatian,
Kebiasaan yang keenam adalah adanya sinergi persaudaraan pandawa. Hal ini ditunjukkan bahwa Pandawa sebagai keluarga berisi lima orangmemiliki karakter yang berbeda beda, dan jutru perbedaan karakter inilah yang menjadi modal kekuatan saat berperang melawan Kurawa.
Kebiasaan yang ketujuh adalah kebiasaan “mengasah gergaji” bahwa gergaji haruslah selalu diasah agar selalu tajam, bukan dipakai terus menerus karena hasilnya tidak akan sempurna dan membuang waktu. Hal ini berhubungan dengan produksi dan kapabilitas produksi. Produksi dicontohkan dengan kayu, dan kapabilitas produksi adalah gergajinya. Dalam hidup, antara produksi dan kapablitas produksi harus dilaksanakan seimbang, jika dilakukan secara tidak seimbang harsil tidak akan maksimal.Contoh sederhana dalam dunia wayang bagaimana kapabilitas produksi tidak seimbang dengan produksi adalah saat Dorna melihat lebih penting menjaga perasaan Arjuna dan mengorbankan orang yang lain yang mungkin belum dikenal tapi mengorbankan keaktiannya. Dia mengorbankan ekalaya dengan memintanya memotong ibu jari ekalaya, padahal ekalaya seorang pemanah handal. Mau dlatih sehebat apapun maka Ekalaya akhirnya tidak akan pernah menajdi pemanah sangat handal karena hilangnya ibujari tersebut. Ilustrasi yang paling tepat adalah antara angsa petelur emas yang akhirnya dibunuh oleh tuannya yang tidak sabaran. Ada empat dimensi dalam dri kita agar kita dapat mengasah gergaji, dimensi yang pertama adalah dimensi fisik misalnya menjaga tubuh agar selalu bugar, olahraga. Dmensi yang kedua adalah dimensi mental, misalnya membaca buku, berdiskusi dengan orang lain tentang apapun itu. Dimensi yang ketiga adalah dimensi spiritual, misalnya dengan doa, selalu hadir dalam kegiatan keagamaan, menonton film drama yang berkualitas, dan dimensi social misalnya selalu interaksi dengan banyak orang, sekedar tersenyum menyapa, itu contoh dasar.
Kebiasaan yang kedelapan merupakan tambahan karena covey sudah memasukkan kebiasaan baru, yaitu kebesaran jiwa. Kebiasaan ini akan membawa kita pada kebesaran jiwa yang diharapkan membatu kita untuk menempuh sebuah perjalanan akan pencarian suara hati kita. Panggilan hidup ini bagi setiap orang bisa berbeda beda. Suara hati akan terdengar dari bertemunya talenta, hasrat, kebutuhan dan hati nurani. Ada tiga paradigm dalam diri manusia yaitu mind, heart, dan bodykapasitas manusia itu adalah learn, to love dan to live dan suara yang membawa kepada manusia yang unik adalah talent, passion dan need. Anugeerah yang dimiliki manusia berhubungan dengan imagination, self awareness dan independent will. Dan kebutuhan hakiki manusia berdasar pada growth and development, relationship dan survival. Ini semua berpusat pada mind, heart dan body.
Itulah tujuh (atau delapan) kebiasaan yang bisa dilihat dari kisah pewayangan yang merupakan budaya kita. Dan bagi saya buku ini memberikan wawasan baru karena tanpa prilaku prilaku dalam tujuh kebiasaan ini ternyata sudah teerlihat dari kisah pewayangan yang telah menjadi bagian dalam hidup kita sebagai orang Jawa khususnya. Akhir kata, selamat membaca.

No comments:

Post a Comment