Labels

Wednesday, October 18, 2023

di ambang kematian: akibat dari sebuah pesugihan

 


Kali ni aku akan membuat review dari film di ambang kematian. Kebetulan filmnya memang masih tayang di bioskop. Film ini dibuat oleh MVP Pictures dengan disutradari oleh Kinoy Lubis. Film ini dibuat berdasarkan kisah yang viral di twitter, eh X sekarang ini. Gara-gara film ini, maka sedikit banyak aku melihat kisahnya di yutube seperti apa sih memangnya kisahnya sehingga akhirnya dibuat menjadi film.

Kisahnya adalah sosok Suyatmo yang bersama istrinya ingin terjerat dalam kemiskinan akhirnya mengikuti sebuah ritual pesugihan agar mereka menjadi kaya. Namun, sebagaimana layaknya ritual pesugihan, maka tumbal yang diberikan bukan lagi sekadar sesajen, namun berupa tumbal manusia. Korban pertama adalah istri Suyatmo sendiri, diikuti oleh anak pertamanya yaitu Yoga, diikuti oleh Nadia. Tumbal manusia dibutuhkan setiap sepuluh tahun sekali tepat sesudah tahun baru dimulai. Korban pertama meninggal di tahun 2002, Yoga meninggal di tahun 2012, dan di tahun 2012 korbannya adalah Nadia.

Istri Suyatmo sebelum meninggal sudah berpesan kepada anaknya, agar selalu nurut apa kata ayahnya, agar hidup mereka selamat. Di bagian ini aku pikir, mungkin ada kesalahan ritual yang membuat sang ibu akhirnya menjadi tumbal. Tapi sampai tumbal terakhir, aku menyadari bahwa sang bapak tidak bisa melakukan apapun untuk bisa menyelamatkan anaknya dari pesugihan. Perjanjian tidak bisa dibatalkan dan pada akhirnya semua harus membayarnya.

Kebahagiaan karena pesugihan hanya di dapat di awal-awal saja, namun akhinya berakhir dengan sebuah penyesalan. Membatalkan sebuah perjanjian sudah tidak bisa dilakukan walaupun Suyatmo sudah mencoba meminta tolong baik kepada juru kunci yang mengantarnya pada sang iblis, serta berkeliling di tanah Jawa untuk bertemu dengan banyak orang pintar. Aku melihat dari awal, ya percuma aja sih meminta solusi dari juru kunci, bukankah dia adalah orang yang berusaha menjerumuskan manusia untuk bersekutu dengan iblis? Tentu saja dengan banyak alasan dia akan mengatakan bahwa perjanjian tidak bisa dibatalkan. Kebetulan alasan yang dikemukakan oleh sang juru kunci adalah karena Suyatmo secara pribadi membuat perjanjian dengan sang iblis untuk meminta lebih, hal yang seharusnya tidak perlu. Batinku, “kamu banyak alasan saja, toh kamu juga tahu semua risiko dari permainan ini.”

Mengapa aku berpikir seperti itu? Bayangkan saja. Kalau mengikuti perjanjian berdasarkan alur sang juru kunci, maka tumbal yang dibutuhkan hanyalah kepala kambing semata, tapi saat sang iblis bertemu secara pribadi dan menawarkan lebih kepada Suyatmo, maka diiyakan saja oleh Suyatmo. Bukankah , dari awal sang mbah juru kunci akan paham bahwa sang iblis pasti akan menggoda manusia untuk menawarkan lebih. Nafsu keserakahan manusia akan membuat setiap korbannya jatuh dan terperangkap dengan tumbal keluarganya sendiri. Hal yang paling sebel adalah di salah satu kamar juru kunci, Nadia menemuka banyak foto foto keluarga yang telah ikut pesugihan melalui sang juru kunci dan akhirnya berakhir dengan kematian. Pada akhirnya semua memang berakhir dengan kematian.

Namun, aku masih berpikir, apakah Nadia dan Ayahnya tidak mencari pertolongan melalui para kiyai atau ustad ya? kebetulan di berbagai adegan yang dimunculkan di film, tidak ada satupun gambar yang menunjukkan mereka telah meminta bantuan orang pintar dalam hal ini kiyai. Orang pintar yang dimunculkan kayak khas banget dengan gambar semacam orang pintar atau dukun gitu. Padahal seharusnya seperti film film yang khas indonesia, maka pasti akan diselamatkan kalau meminta bantuan ke kiai. Aku juga berpikir, mengapa Nadia tidak masuk ke dalam pondok pesantren saja untuk lebih memperdalam agama gitu. Perjalanan selama sepuluh tahun untuk mencari penyelesaian seperti hanya untuk mencari bantuan orang pintar namun tidak memperkuat diri secara spiritual. Dari adegan itu aku merasa percuma mereka mencari pertolongan karena akan berakhir sia-sia selama mereka tidak mau memperkuat iman mereka.

Acting Taskya Namya sebagai Nadia cukup bagus. Aku suka scene saat dia membentur-benturkan kepalanya di depan pintu sesaat sesudah kematian Yoga. Ekspresi wajahnya itu creepy sih menurutku. Rifnu Wikana sebagai Suyatmo juga mampu menampilkan sosok ayah dari yang sebelumnya percaya diri dengan segala kekayaannya, berubah menjadi depresi dan puncaknya adalah depresi saat seluruh keluarganya akhirnya meninggal sih.

Pesugihan ini kayaknya kendang bubrah deh. Tapi aku bingung apakah bener (dan aku juga tidak browsing untuk cari tahu juga sih). Hal ini disebabkan dalam pesugihan ini, ada aja bagian rumah yang direnovasi dan ada kerusakan listrik yang sebenarnya sangat aneh. Tukangnya sebenarnya sudah menyerah, dan ingin menghubungi PLN tapi dicegah oleh Pak Suyatmo. Pantes saja rumah Suyatmo seperti sebuah kendang yang terbelengkalai , bahkan mereka tidak diijinkan untuk membersihkan rumahnya lho. Aneh banget kan? Gara gara liat daging kambing yang dibagi-bagikan ke tetangga itu bikin aku merinding dan agak tidak doyan makan kambing (padahal kenyataannya sih memang gak ada duit wkwkwkw). Bayangkan, kita beli kambing, diambil kepalanya untuk ritual sebelum dikubur di belakang rumah, sementara badan kambing dibagi-bagikan ke tetangga kanan kiri. Enak sih, tapi kalau tahu asal muasalnya kok kayaknya tidak akan mau deh. Hehehehe

Scene Nadia yang mati dengan cara menggaruk-garuk kulitnya itu horror juga sih. Kukira bakal dibanting atau langsung di tusuk tusuk setannya, ternyata dibuat lebih dramatis gitu heheheh. Endingnya sudah bisa diduga sih, Suyatmo menjadi depresi di dalam rumahnya dan kemudian pintu kamar yang biasa digunakan untuk ritual pemujaan kemudian terbuka dan didalamnya terdapat istri dan kedua anaknya yang mengajaknya masuk ke dalam. Seting cerita kukira ada di Jakarta, ternyata lokasi ada di Sidoarjo serta mencari pesugihannya di kawasan paling timur Jawa Timur. Mengingat film ini berasal dari utas yang viral di X maka film ini dengan cepat mampu menarik minat penonton. Di hari ke sebelas saja sudah lebih dari sejuta penonton. Kalau kamu, sudah menontonnya belum?

 

No comments:

Post a Comment