Kali ni aku akan membuat review dari film di ambang kematian. Kebetulan filmnya memang masih tayang di bioskop. Film ini dibuat oleh MVP Pictures dengan disutradari oleh Kinoy Lubis. Film ini dibuat berdasarkan kisah yang viral di twitter, eh X sekarang ini. Gara-gara film ini, maka sedikit banyak aku melihat kisahnya di yutube seperti apa sih memangnya kisahnya sehingga akhirnya dibuat menjadi film.
Kisahnya adalah
sosok Suyatmo yang bersama istrinya ingin terjerat dalam kemiskinan akhirnya
mengikuti sebuah ritual pesugihan agar mereka menjadi kaya. Namun, sebagaimana
layaknya ritual pesugihan, maka tumbal yang diberikan bukan lagi sekadar
sesajen, namun berupa tumbal manusia. Korban pertama adalah istri Suyatmo sendiri,
diikuti oleh anak pertamanya yaitu Yoga, diikuti oleh Nadia. Tumbal manusia
dibutuhkan setiap sepuluh tahun sekali tepat sesudah tahun baru dimulai. Korban
pertama meninggal di tahun 2002, Yoga meninggal di tahun 2012, dan di tahun
2012 korbannya adalah Nadia.
Istri Suyatmo
sebelum meninggal sudah berpesan kepada anaknya, agar selalu nurut apa kata
ayahnya, agar hidup mereka selamat. Di bagian ini aku pikir, mungkin ada
kesalahan ritual yang membuat sang ibu akhirnya menjadi tumbal. Tapi sampai
tumbal terakhir, aku menyadari bahwa sang bapak tidak bisa melakukan apapun
untuk bisa menyelamatkan anaknya dari pesugihan. Perjanjian tidak bisa
dibatalkan dan pada akhirnya semua harus membayarnya.
Kebahagiaan
karena pesugihan hanya di dapat di awal-awal saja, namun akhinya berakhir
dengan sebuah penyesalan. Membatalkan sebuah perjanjian sudah tidak bisa
dilakukan walaupun Suyatmo sudah mencoba meminta tolong baik kepada juru kunci
yang mengantarnya pada sang iblis, serta berkeliling di tanah Jawa untuk
bertemu dengan banyak orang pintar. Aku melihat dari awal, ya percuma aja sih
meminta solusi dari juru kunci, bukankah dia adalah orang yang berusaha
menjerumuskan manusia untuk bersekutu dengan iblis? Tentu saja dengan banyak
alasan dia akan mengatakan bahwa perjanjian tidak bisa dibatalkan. Kebetulan
alasan yang dikemukakan oleh sang juru kunci adalah karena Suyatmo secara
pribadi membuat perjanjian dengan sang iblis untuk meminta lebih, hal yang
seharusnya tidak perlu. Batinku, “kamu banyak alasan saja, toh kamu juga tahu
semua risiko dari permainan ini.”
Mengapa aku
berpikir seperti itu? Bayangkan saja. Kalau mengikuti perjanjian berdasarkan
alur sang juru kunci, maka tumbal yang dibutuhkan hanyalah kepala kambing
semata, tapi saat sang iblis bertemu secara pribadi dan menawarkan lebih kepada
Suyatmo, maka diiyakan saja oleh Suyatmo. Bukankah , dari awal sang mbah juru
kunci akan paham bahwa sang iblis pasti akan menggoda manusia untuk menawarkan
lebih. Nafsu keserakahan manusia akan membuat setiap korbannya jatuh dan
terperangkap dengan tumbal keluarganya sendiri. Hal yang paling sebel adalah di
salah satu kamar juru kunci, Nadia menemuka banyak foto foto keluarga yang
telah ikut pesugihan melalui sang juru kunci dan akhirnya berakhir dengan
kematian. Pada akhirnya semua memang berakhir dengan kematian.
Namun, aku masih
berpikir, apakah Nadia dan Ayahnya tidak mencari pertolongan melalui para kiyai
atau ustad ya? kebetulan di berbagai adegan yang dimunculkan di film, tidak ada
satupun gambar yang menunjukkan mereka telah meminta bantuan orang pintar dalam
hal ini kiyai. Orang pintar yang dimunculkan kayak khas banget dengan gambar
semacam orang pintar atau dukun gitu. Padahal seharusnya seperti film film yang
khas indonesia, maka pasti akan diselamatkan kalau meminta bantuan ke kiai. Aku
juga berpikir, mengapa Nadia tidak masuk ke dalam pondok pesantren saja untuk
lebih memperdalam agama gitu. Perjalanan selama sepuluh tahun untuk mencari
penyelesaian seperti hanya untuk mencari bantuan orang pintar namun tidak memperkuat
diri secara spiritual. Dari adegan itu aku merasa percuma mereka mencari
pertolongan karena akan berakhir sia-sia selama mereka tidak mau memperkuat
iman mereka.
Acting Taskya
Namya sebagai Nadia cukup bagus. Aku suka scene saat dia membentur-benturkan
kepalanya di depan pintu sesaat sesudah kematian Yoga. Ekspresi wajahnya itu
creepy sih menurutku. Rifnu Wikana sebagai Suyatmo juga mampu menampilkan sosok
ayah dari yang sebelumnya percaya diri dengan segala kekayaannya, berubah
menjadi depresi dan puncaknya adalah depresi saat seluruh keluarganya akhirnya
meninggal sih.
Pesugihan ini
kayaknya kendang bubrah deh. Tapi aku bingung apakah bener (dan aku juga tidak
browsing untuk cari tahu juga sih). Hal ini disebabkan dalam pesugihan ini, ada
aja bagian rumah yang direnovasi dan ada kerusakan listrik yang sebenarnya
sangat aneh. Tukangnya sebenarnya sudah menyerah, dan ingin menghubungi PLN
tapi dicegah oleh Pak Suyatmo. Pantes saja rumah Suyatmo seperti sebuah kendang
yang terbelengkalai , bahkan mereka tidak diijinkan untuk membersihkan rumahnya
lho. Aneh banget kan? Gara gara liat daging kambing yang dibagi-bagikan ke
tetangga itu bikin aku merinding dan agak tidak doyan makan kambing (padahal
kenyataannya sih memang gak ada duit wkwkwkw). Bayangkan, kita beli kambing,
diambil kepalanya untuk ritual sebelum dikubur di belakang rumah, sementara
badan kambing dibagi-bagikan ke tetangga kanan kiri. Enak sih, tapi kalau tahu
asal muasalnya kok kayaknya tidak akan mau deh. Hehehehe
Scene Nadia yang
mati dengan cara menggaruk-garuk kulitnya itu horror juga sih. Kukira bakal
dibanting atau langsung di tusuk tusuk setannya, ternyata dibuat lebih dramatis
gitu heheheh. Endingnya sudah bisa diduga sih, Suyatmo menjadi depresi di dalam
rumahnya dan kemudian pintu kamar yang biasa digunakan untuk ritual pemujaan
kemudian terbuka dan didalamnya terdapat istri dan kedua anaknya yang
mengajaknya masuk ke dalam. Seting cerita kukira ada di Jakarta, ternyata
lokasi ada di Sidoarjo serta mencari pesugihannya di kawasan paling timur Jawa
Timur. Mengingat film ini berasal dari utas yang viral di X maka film ini
dengan cepat mampu menarik minat penonton. Di hari ke sebelas saja sudah lebih
dari sejuta penonton. Kalau kamu, sudah menontonnya belum?
No comments:
Post a Comment