Ok, lanjut part 3. Bagian ini saya ingin membahas banyak hal sih, yang berkaitan dengan sosok Mrs. Khoo alias Ibu Terry. Banyak sekali hal yang saya pikir kalau Mrs. Khoo ini sebenarnya merupakan sebuah negara yang membuat aturan demi kebaikan bersama. Berkali kali, Mrs. Khoo ini selalu membuat aturan dan mengatakan kepada dua anaknya, this is for your own good, ini untuk kebaikanmu sendiri. Terkesan sepele namun saya membayangkan ini seperti bagaimana pemerintah bertindak. Pemerintah seringkali membuat aturan yang tidak disetujui oleh rakyatnya. Rakyatnya selalu merasa bahwa kebijakan pemerintah sifatnya otoriter, mereka tidak diberi kebebasan dalam banyak hal ,mereka seperti dikekang harus ini itu ini itu . Mrs. Khoo adalah sosok ibu yang terkesan memberikan kebebasan tapi sebenarnya sangat otoriter. Bukankah orang tua selalu berpikir mereka tahu apa yang terbaik bagi anak-anaknya itu?
Hal ini terlihat
bagaimana Mrs. Khoo selalu konflik dengan anak perempuannya, Selena. Selena
menurutku adalah gambaran kita semua, atau dalam hal ini merupakan gambaran
dari Masyarakat Singapura. Selena merasa dia sudah jadi gadis dewasa, bukan
gadis kecil, harusnya dia sudah mampu mengambil keputusan. Mrs. Khoo selalu
mengatakan memberikan kebebasan kepada Selena, tapi saat apa yang dipilih
Selena tidak sesuai dengan keinginannya, maka Mrs Khoo langsung memaksakan
kehendaknya dan pada akhirnya Selena dalam posisi yang kalah. Ambil contoh saat
Selena ingin menghias kamarnya. Mrs Khoo mengatakan bahwa Selena boleh menghias
kamarnya sebebas mungkin, tapi saat hiasannya tidak diterima oleh Selena, maka
endingnya Mrs. Khoo selalu mengatakan bahwa rumah itu adalah rumahnya, jadi
semua orang harus tunduk pada aturannya. See, dua hal yang kontras. Sebuah
kebebasan semu, karena sebenarnya tidak benar-benar bebas. Hal ini karena ada
satu adegan dimana Selena sudah muak bagaimana ibunya selalu memperlakukannya
seperti anak kecil, apa yang harus dia pakai, bahkan sampai celdam nya harus
seperti apa ibunya yang menentukan.
Mr. Khoo
merupakan sosok ayah yang berusaha menengahi antara anak dan istrinya. Dia
mengatakan bahwa cara mendidik yang diterapkan oleh istrinya tidak bisa terus
menerus dilakukan karena sudah ketinggalan zaman. Namun, Mrs. Khoo yakin bahwa
dia bisa mengatasi anak-anaknya. Mr. Khoo ibaratnya sosok politikus yang
berusaha untuk menerima perubahan zaman, berusaha untuk memberikan kebebasan
namun dia terbentur oleh sebuah penghalang besar yaitu Mrs. Khoo yang memiliki
otoritas tertinggi dalam pengambilan keputusan terhadap anak-anaknya. Bukankah
dalam kebijakan pemerintah seringkali kita juga berpikir demikian? Kita
berpikir bahwa pemerintah terlalu ketat dalam mengatur dan membatasi Tindakan
kita. Sebaliknya, ada politikus-politikus yang berusaha menyuarakan pelonggaran
terhadap aturan dan menerima ide-ide baru dalam mengelola negara. Namun, bisa
jadi generasi muda atau orang-orang yang punya ide baru ini juga terbentur
dengan kelompok politikus konservatif yang tidak menginginkan perubahan.
Bisa jadi, perubahan
itu tidak diperlukan. Pada saat konflik di kantor polisi antara Selena dan Mrs.
Khoo, Selena menuntut kebebasan, hal yang tidak pernah dia dapatkan dari
ibunya. Namun, Mrs. Khoo mengatakan
bahwa dia akan memberikan kebebasan sedikit demi sedikit terhadap putrinya,
bukan langsung memberikan kebebasan penuh atau dia akan meledak seperti balon.
Semua orang menginginkan kebebasan, namun haruslah bertahap. Sewaktu membaca
bagian ini, saya langsung berpikir, bukankah kebebasan memang haruslah
dilakukan sedikit demi sedikit. Saat kebebasan terjadi begitu cepat yang ada
malah justru kekacauan karena setiap orang merasa bebas dalam mengemukakan
pendapatnya tanpa melihat aturan norma yang berlaku dalam Masyarakat. Aku rasa
ini sebuah kritikan film terhadap kondisi di Singapura (menurutku lho).
Bukankah di Singapura masyarakatnya terbiasa hidup teratur sesuai dengan aturan
pemerintah.
Mungkin karena
terbiasa mengikuti peraturan pemerintah, maka
cara berpikir mereka menjadi lurus. Hmmmm di satu scene ada adegan
dimana Boong Hock dan Terry dikejar oleh penjahat di dalam hutan. Mereka berdua
berpikir akan selamat dari pengejaran dengan cara sembunyi melalui Semak-semak,
disebabkan mereka yakin penjahat yang merupakan orang Singapura akan terus
mencari melalui jalur umum. Salah satu penjahat mencoba mengejar dengan terus
mengikuti jalan lurus , sementara salah satu penjahat yang merupakan orang dari
Tiongkok justru mencari di jalan setapak. Sewaktu aku melihat adegan ini, aku
menjadi berpikir, adakah kaitannya antara cara berpikir orang Singapura yang
lurus saja dengan berbagai peraturan yang sangat ketat dibuat oleh pemerintah?
Tiba-tiba saya ingat saya penah baca Quora, orang Singapura pas lagi jalan di
depan kalau ada antrian, mereka ikut aja masuk mengikuti antrian tanpa
mengetahui kira-kira mengapa ya ada antrian. Kayak alam bawah sadarnya auto
mengikuti aturan gitu sih.
Btw, ternyata
tidak hanya di Indonesia saja ya, nafsu menjadi PNS itu ada. Di Singapura hal
itu juga terjadi. Mengingat standar hidup PNS mengalami peningkatan, maka
keluarga Khoo juga ingin anaknya jadi PNS. Kukira masalah orang ingin menjadi
PNS hanya jamak terjadi di Indonesia saja, ternyata di negara sekaya Singapura
juga orang banyak yang tertarik untuk menjadi PNS. BTW, konteks peningkatan
standar hidup PNS di Singapura berdasarkan film ini hampir sama waktunya dengan
yang ada di Indonesia, yaitu awal 2000an. Selain masalah PNS, aku juga
menyoroti kebijakan pemerintah yang memberikan “uang” kepada para pengusaha
padahal ekonomi sedang buruk. Suami istri Khoo menyadari hal ini karena pemilu
yang sebentar lagi akan datang, sehingga pemerintah menurunkan gaji pensiun
masyarakatnya serta memberikan saham baru kepada mereka (para pengusaha
maksudnya kali ya). hmmm ya standar, mendekati pemilu pemerintah pasti membuat
kebijakan agar Masyarakat mendukung dan memilih mereka kali ya. hal yang sudah
dihafali oleh Masyarakat, terutama para pengusaha wkwkwkwk. Jadi, kalau
mendekati pemilu, di negara manapun, siap-siap saja pemerintah membuat
kebijakan yang terkesan menguntungkan kita. Yah, kalau bisa mendapatkan
keuntungan, mengapa tidak? wkwkwkwk. Ok lanjut di part 4 ya.
No comments:
Post a Comment