Ok di part 1 jika kita membahas mengenai pendidikan yang ada di Singapura, maka di part 2 kita akan membahas tentang hal lain, yaitu tentang rasa rendah diri . Ups, maksudnya apa nih kok rendah diri. Rendah diri terhadap bangsa asing dalam hal ini adalah bule. Masa sih, negara seperti Singapura juga mengalami rasa rasa inferiority terhadap bangsa lain? Ya kalau dalam film ini jawabannya adalah ya. tapi ingat, film ini mengambil seting tahun 2000an awal, artinya bisa jadi sudah terjadi perubahan sosial di era sekarang dibanding yang dulu.
Di film ini ada
sosok yang bernama John, Direktur kreatif baru di Perusahaan tempat ayah Kok
Pin bekerja. Semua tentu menganggap bahwa orang asing ini memiliki kemampuan
yang lebih baik daripada orang-orang lokal. Ekspektasi yang muncul dengan
sendirinya. Namun, apa yang terjadi? Ternyata John ini mengambil ide dari ayah
Kok Pin alias Mr. Liu kemudian mengaku-aku kalau itu merupakan idenya dan
dicantumkan dalam proposalnya. Si bos yang bernama Mr. Kang pun hanya
manggut-manggut saja, karena Mr. Kang sendiri digambarkan sebagai orang Chinese
yang tidak bisa berbahasa mandarin dan sangat memuja (berlebihan tidak ya?)
orang asing. Di matanya, orang asing ini pasti lebih baik. Isu yang beredar di
kalangan pegawai mengatakan bahwa John hanyalah seniman FA di Amerika Serikat.
Bagaimana mungkins eorang yang tidak ahli di bidangnya namun begitu datang ke
Asia dalam hal ini Singapura langsung memiliki posisi penting?
Kalau
dipikir-pikir, ternyata di Indonesia juga sering membaca atau mendengar hal
seperti ini. Ada orang-orang asing yang bekerja di tempat kita dan ekspektasi
kita sangat tinggi terhadap orang tersebut. Mau bagaimana lagi, bagi orang
indonesia, orang bule pasti pintar, orang bule pasti kaya, semua kampus dari
barat pasti bagus dan lain sebagainya. Makanya tanpa melihat benar-benar
pekerjaan di tempat asalnya, bisa jadi begitu sampai di Indonesia langsung
dipekerjakan di posisi yang tinggi. Begitu sudah bekerja, langsung terlihat
bahwa dia tidak ada bedanya dengan orang lokal. Bahkan, bisa jadi orang-orang
lokal memiliki kemampuan lebih baik daripada orang asing yang menduduki jabatan
tinggi tersebut. Namun, apakah orang lokal bisa complain dengan ketidak
kompetennya bos mereka yang merupakan orang asing tersebut? Ya tidak lah,
paling orang-orang yang berada di level bawah hanya bisa menggerutu dan ngomel
saja, dan berharap mata para owner dibukakan hatinya. Wkwkwkwkwkw
Konflik antara
Mr. Khoo dengan Mr. Liu pun juga memengaruhi pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh Mr. Khoo untuk membantunya meningkatkan penjualan produk Ba Gua
miliknya. Akibat kesalahpahaman diantara keduanya, Mr. Khoo pun setuju setuju
saja dengan pandangan John akan hasil observasinya, walau apa yang dikatakan
John sama persis dengan apa yang dikatakan oleh Mr. Liu. Faktor tidak suka
dengan Mr. Liu membuat Mr. Khoo meyakini bahwa setiap ide dan saran yang
dikatakan oleh John dianggap lebih baik dibandingkan apa yang dikatakan oleh
Mr. Liu. Secara tidak sadar dalam suatu dialog, Mr. Khoo pun juga meyakini
bahwa cara berpikir orang bule itu lebih baik daripada orang lokal untuk
mendongkrak penjualan produknya.
Mr. Kang
kemudian membuat suatu kompetisi barangsiapa yang bisa mendapatkan tender dari
Perusahaan sampo yang sudah diincarnya, maka yang kalah harus mengundurkan
diri. Pada scene ini, kembali lagi, pemikiran orang lokal pada akhirnya
mengalami kekalahan. Dua ide, baik dari tim John maupun tim Ben, teman dari Mr.
Liu sama-sama disukai oleh client, namun karena pertimbangan untuk dijual ke
pasar internasional, maka ide dari John lah yang dianggap baik. Di bagian ini
memang tidak dijelaskan seperti apa ide dari john sehingga lebih bisa diterima
dibandingkan ide dari tim Mr. Liu, namun Perusahaan secara tidak langsung
selalu berpikir bahwa kembali lagi, orang asing(dalam hal ini bule) dianggap
lebih tau selera pasar internasional
dibandingkan selera orang lokal Singapura. Padahal untuk berhasil dalam memenangkan
pasar internasional bisa jadi strategi tiap negara harus beda-beda. Nah, ini
yang aku lihat betapa ide John saat mengerjakan proyek untuk Mr. Khoo melihat
dari sudut pandang orang bule, bukan sudut pandang Masyarakat setempat.
Aku suka dengan
tokoh Si Ben ini. Dia ingin membuktikan bahwa dia mampu memberikan hasil yang
baik. Bagi orang singapura, kalau kamu mampu menduduki sebuah kedudukan, maka
kamu harus membuktikan bahwa kamu layak menduduki jabatan itu, bukan karena
kamu orang bule, orang asing, orang berpendidikan tinggi. Salah satu pembuktian
itu adalah Ben berani bersaing dengan John untuk memenangkan tender dari
Perusahaan Sampo. Ben sangat berkebalikan dengan Mr. Liu yang tidak ingin
konfrontasi, berusaha ambil jalan aman. Sementara ben meledak-ledak, dia akan
melakukan apa yang dia anggap benar. Dia tidak takut kehilangan pekerjaan
karena dia tahu jika sangat berkualitas maka dia akan mudah mendapatkan
pekerjaan baru. Mungkin karena usianya lebih muda dari Mr. Liu sehingga
semangatnya masih meledak-ledak. Mr. Liu sendiri digambarkan tipe orang yang
berusaha tidak mencari masalah, apalagi dia tidak bisa berbahasa inggris dengan
baik dan secara tidak sadar membuat dia minder untuk konfrontasi secara
langsung dengan John.
Ok, aku lanjut
ke bagian John yang tidak memahami konsep berpikir orang lokal. Jadi, John
membuat iklan promosi Ba Gua yang lebih ke arah barat cenderung menggoda secara
seksual. Mr. Khoo asistennya tidak suka dengan bentuk iklan seperti itu, namun
karena berpikir bahwa orang bule lebih paham, maka ya dia tetap menyerahkan
sepenuhnya (dan berakhir gagal total yang membuat Perusahaan semakin mengalami
penurunan). Belum lagi John ingin mengubah kemasan Ba Gua dengan warna
perpaduan emas dan hitam. Sementara itu produk Ba Gua sebelumnya adalah dominan
merah dan emas karena berkaitan dengan tahun baru Cina. Asistennya saja
menganggap bungkus Ba Gua ide dari John seperti bungkus pembalut. Nah, John
saat membuat ide ini tidak berpikir konsep lokal yang ada dalam Masyarakat
Chinese, sehingga langsung ganti warna tanpa memahami filosofi apa yang ada di
dalamnya. Modern boleh, tapi harus melihat filosofi di dalamnya bukan langsung
membuat perubahan drastis tanpa makna.
Nah, bukankah
kita semua di Indonesia juga sering tanpa sadar berpikir seperti itu? Berpikir
bahwa orang bule pasti pintar, orang bule pasti kaya, dan lain sebagainya.
Padahal kenyataannya, banyak juga orang bule yang miskin. Sering saya mendengar
orang bule yang datang ke Bali banyak yang merupakan bule miskin, namun mereka
tahu bahwa di Indonesia mereka akan dipandang tinggi kedudukannya karena warna
kulit mereka, ras mereka. Bangsa ini mengalami rasa rendah diri karena sudah
dijajah lama oleh colonial Barat, sama seperti orang Singapura yang sudah
dijajah lama oleh Kolonial Inggris. Penjajahan lama membuat mindset penduduknya
berpikiran bahwa orang barat pasti hebat, buktinya mereka mampu menaklukkan
berbagai wilayah di seluruh dunia. Jadi, mari kita belajar dari mereka.
Bukan berarti
kita tidak boleh belajar di negara barat maupun sama orang barat ya. maksudku,
kita harus memfilter, kalaupun kita belajar, maka kita harus belajar kepada
orang yang tepat, bukan belajar kepada orang yang hanya karena dari rasnya saja
tanpa melihat kapasitasnya. Hmmm, tiba-tiba saya ingat betapa bangganya orang
indonesia kalau bisa foto dengan orang bule, walau tidak kenal, yang penting
bisa foto dengan orang bule. Saya melihat kayak gitu hanya berkata dalam hati,
apaan sih harus segitunya. Apalagi kalau ada orang yang dengan bercanda mengatakan
menikah dengan bule untuk memperbaiki keturunan. Saya langsung kaget, What the
hell is that. Berarti orang lokal itu secara fisik jelek-jelek sehingga harus
menikah dengan orang asing agar anak-anaknya jadi berpenampilan cakep. Maaf
deh, saya tidak pernah mendewakan dan tidak tertarik untuk mendewakan
orang-orang bule sih.
Di ending film
ini, akhirnya strategi penjualan produk Ba Gua diubah setelah mendengarkan
saran dari Mr. Liu. Bagaimana Mr. Liu melihat dari Masyarakat Singapura dan
melibatkan anak muda agar Ba Gua ini tetap disukai, serta bungkus Ba Gua
dikembalikan dengan bentuk semula dengan lebih dimodernisasi. Mr. Liu
memberikan saran karena dia orang Singapura secara langsung dan paham kondisi
pasar seperti apa, sementara John tidak melihat faktor itu, dia orang Amerika
dan berusaha menyelesaikan dengan sudut pandang Masyarakat Amerika. Gimana,
tertarik nonton film ini? Saya akan lanjut di part 3 ya. selamat menonton.
No comments:
Post a Comment