Ok, di part 4 ini merupakan bahasan yang terakhir dari rangkaian seri sebelumnya. Aku lebih fokus pada sosok Tery Khoo. Tery merupakan sosok anak yang sejak kecil selalu dimudahkan hidupnya oleh ibunya, oleh kekayaan keluarganya. Hal ini membuat dia menjadi anak yang tidak bisa apa-apa. Sekadar mengoleskan mentega di roti aja harus pembantu yang menyiapkan, pokok dia terima jadi dan tinggal makan. Tidak salah sih, karena keluarga Khoo juga keluarga yang kaya raya, Cuma endingnya ya kasihan juga saat Tery mau menolong Boon Hock untuk membawakan mie ke pelanggannya, endingnya dia terjatuh karena tidak terbiasa membawa barang seperti itu. Pada waktu ditangkap penjahat, dia disuruh membuat kopi saja dia tidak mampu. Dia tidak bisa apa-apa dan dia menangisi kebodohannya itu karena semua sudah tersedia tanpa dia berusaha apapun.
Mungkin di sini
kita perlu berpikir, ada hal-hal yang anak harusnya bisa untuk melakukannya
sendiri. Tidak semua hal harus disiapkan kepada anak-anak. Kita mungkin bisa
mengatakan, aku punya duit, aku bisa bayar pembantu dan itu tugas mereka untuk
mempersiapkan semua kebutuhan anak-anak. Ok, memang benar, namun hal-hal yang
sifatnya basic perlu juga dilakukan oleh anak-anak agar mereka tidak menjadi
kaget saat harus melakukan sendiri di luar rumah.
Tery merupakan
gambaran anak-anak yang sangat penurut dan tunduk pada ibunya. Apapun yang
dikatakan oleh ibunya akan dituruti termasuk hal-hal yang ekstrim saat Boon
Hock mengatakan andaikan ibunya menyuruh makan kotoran apakah akan dia makan?
Dia menjawab dia akan memakannya karena pasti akan dimasak sehingga menjadi
lezat. Tidak salah sih, tapi ini merupakan kepatuhan yang membabi buta. Terry
menjadi pribadi yang tidak memiliki pendapat. Semua pendapat harus selalu
ibunya yang menentukan, sangat berbeda dengan kakaknya Selena yang memiliki
pendapat sendiri dan selalu menentang ibunya. Karena sangat patuh, dia harus
membiarkan teman-temannya tidak mendapatkan keadilan karena nasihat dari ibunya
bahwa dia tidak boleh ikut campur urusan orang lain. Hal yang berakhir kerugian
terhadap dua sobat karibnya saat terjadi konflik di sekolah. Bagaimana kita
mendidik anak kita? Apakah kita mendidik agar mereka patuh terhadap kita tanpa
perdebatan? Atau kita memberikan kebebasan berpendapat kepada mereka?jawaban
tergantung teman-teman sendiri.
Tery saking
patuhnya terhadap orang tuanya, dia bahkan diam saja dan menangis saat anak
anak lain membulinya waktu ada pesta di rumahnya. Dia tidak memiliki inisiatif
untuk melakukan pembalasan karena ibunya melarang untuk melakukan hal buruk
pada anak-anak rekan bisnis ayahnya, walau itu merugikan Terry. Tindakan yang
justru dibenci oleh kakaknya karena sebagai anak laki-laki, Terry hanya bisa
menangis dan menangis saat diperlakukan dengan tidak adil. Untungnya karena
persahabatan dengan dua temannya membuat dia mampu berpikir lebih lagi dan
mampu melawan ketidak adilan di ending filmnya, wkwkwkwkwkwk.
Jika Tery
merupakan anak yang sangat patuh terhadap ibunya, berbeda dengan Kok Pin. Kok
pin berusaha untuk menyenangkan ibunya, namun dia tahu bahwa dia memang
memiliki keterbatasan. Dia lebih fokus terhadap Pelajaran melukis. Sebuah
Pelajaran yang disepelekan oleh banyak orang. Kita harus memahami bahwa ada
Sembilan jenis kecerdasan manusia. Tidak semua orang hebat dalam kemampuan
bahasa maupun matematika. Bisa jadi mereka hebat di bidang lain, misalnya
melukis seperti yang dilakukan oleh Terry. Kita harus mengubah mindset bahwa
kecerdasan yang terpenting adalah Mafia (matematika, fisika, kimia, jika di
level SMA). Tidak semua orang bisa memiliki Sembilan kecerdasan ini. Kalau saya
sih, yang terpenting bisa tuntas nilainya itu sudah cukup. Saat kita memiliki
kelebihan di bidang lain, maka lebih baik kita fokus terhadap bidang tersebut
karena bisa jadi bidang itu akan membawa kita keberhasilan di masa yang akan
datang, seperti yang dilakukan Tery. Dengan kemampuan menggambarnya, dia mampu
melukis wajah penjahat untuk diserahkan kepada polisi.
Sementara Boon
Hock tipikal anak yang suka membantu orang tua. Dia tipikal anak yang menurutku
tidak terlalu ambil pusing omongan orang, dia anak yang pemberani. Makanya saat
sepupunya meremehkannya dia spontanitas melawan. Dia bukan tipe anak yang Cuma
diam saja kalau diremehkan. Aku suka sih karakter anak ini di film ini. Dia
juga anak yang berani ambil keputusan penting di saat-saat yang genting. Cara
dia meningkatkan kemampuan matematikanya juga unik. Dia belajar dari gurunya,
untuk belajar mencintai, mengenali Pelajaran tersebut, bukan langsung
membencinya. Tak kenal maka tak sayang, mungkin itu istilah yang penting kali
ya. hahahaha.
Dia sangat
terinspirasi oleh Ms Lee, gurunya yang baru. Gurunya juga awalnya tidak
menyukai Pelajaran matematika dan bahasa inggris. Semakin dia membenci Pelajaran
bahasa inggris dan matematika, semakin buruk pula hasil yang dia peroleh. Ms
Lee belajar untuk berteman dengan dua Pelajaran tadi, mengenal luar dan dalam
dua Pelajaran tersebut. Aku paham, percuma kalau kita membenci Pelajaran
tertentu. Dengan membenci Pelajaran tertentu, hal tersebut tidak akan hilang
begitu saja. Kita tetap harus menghadapi Pelajaran tersebut. Dalam hidup kita
tidak bisa lari dari masalah. Kita akan terus menemukan masalah tersebut.
Pertanyaannya, kita mau belajar untuk menyelesaikan masalah atau lari dalam
masalah. Menurutku ini bukan sekadar Pelajaran matematika dan bahasa inggris
tapi juga Pelajaran kehidupan. Saat kita dihadapkan pada masalah, apakah kita
berusaha lari dan terus lari dari masalah tersebut atau berusaha menyelesaikan.
Saat kita mencoba lari dari masalah tersebut, bisa jadi kita akan terus
dipertemukan pada masalah yang serupa karena memang itu bagian dari ujian
hidup. Saat kita berhasil untuk melewati ujian tersebut maka kita lulus dan
akan dihadapkan pada ujian yang baru.
Bayangkan kalau
kita masih sekolah, terus kita benci pada Pelajaran matematika misalnya. Sampai
kapan kita akan membencinya? Sehebat apapun kita di bidang sosial, atau di
bidang menggambar, kita tetap akan bertemu Pelajaran matematika sampai setidaknya
SMA. Daripada sibuk membenci matematika dan menghindari lebih baik belajar
untuk memahami Pelajaran tersebut. Bukan kemudian kita menjadi ahli ya, kalau
itu bukan bidang kita tetap saja sukar, namun setidaknya kita belajar untuk
meningkatkan kemampuan diri pada bidang tersebut.
Karakter Ms Lee
merupakan karakter guru idola. Dia merupakan guru yang peduli terhadap
murid-muridnya. Berusaha untuk membela murid-muridnya. Dia berusaha untuk
memberikan yang terbaik, termasuk memberikan Pelajaran tambahan bagi
murid-muridnya yang tidak mampu dalam hal akademik. Bayangkan, mengajar dari
pagi sampai siang terus masih harus memberikan Pelajaran tambahan bagiku itu
merupakan sebuah bentuk loyalitas seorang guru terhadap muridnya. Ms. Lee juga
merupakan guru yang tidak berusaha untuk menjatuhkan atau meremehkan muridnya.
Dia memandang setiap murid pasti memiliki kelebihan dan sisi positif yang perlu
ditonjolkan. Ada satu adegan dimana guru lain saat berdiskusi dengan Ms. Lee
dia meremehkan para murid-murid kelas tertentu (EM3) sebagai kelas yang tidak
ada masa depan. Hmmm bagiku sih itu merupakan sebuah hal yang tidak seharusnya
dikatakan oleh guru (walau itu tidak di depan siswa). Saya sebagai pendidik
yakin bahwa murid memiliki jalannya masing-masing ke depan yang bisa jadi guru
guru tidak menyangka. Sebagai guru, lebih baik kita fokus untuk membantu siswa
menjadi yang terbaik dari versinya sendiri.
Dan ending dari
kisah film ini adalah, sekolah bisa jadi sekolah yang menakutkan, tapi disisi
lain mereka juga menampilkan sisi humanisme. Saat Ibu Kok Pin membutuhkan donor
sunsum tulang belakang, pihak sekolah terlibat dalam membantu informasi dan
menengok di rumah sakit. Di adegan ini aku selalu berpikir, bahwa sekolah
bukanlah tempat yang sangat amat menakutkan. Biar bagaimanapun mereka merupakan
rumah kedua anak setelah rumahnya sendiri. Guru tetaplah guru yang berperan
sebagai orang tua kedua bagi para siswa-siswanya dimana mereka sangat peduli
terhadap anak didiknya. Jika Sekolah tidak mampu berperan sebagai rumah kedua
siswa, terus siswa harus kemana? Hehehehe. Inilah ending dari review film I not
stupid. Selamat menikmati.
No comments:
Post a Comment