Kemarin saya menonton film Kapan Kawin di premiere Mandala
Malang. Mungkin karena saya belum kawin sih, jadi tergoda untuk menontonnya
hahahahha. Penonton sih bisa dihitung ,
sekitar 20 an, sangat sedikit, jadi bisa ketebak bahwa film ini bakal tidak
bertahan lama di bioskop Malang, ya semoga tulisan ini bisa membantu pembaca
untuk tertarik menontonnya.
Saya sangat menyukai Ardnia Wirasti dan Reza Rahardian
sebagai bintang utama film ini, keduanya menurut saya merupakan pemeran yang
berkualitas, jadi filmnya juga pasti tidak mengecewakan (setidaknya menurut
saya lho)
Film ini diawali dengan telepon dari bapak dan Ibu Dinda
yang selalu saja menanyakan kapan Anaknya si Dinda alias Didi untuk segera
kawin sementara usinya sudah 33 tahun, usia yang sudah sangat rawan. Si Dinda
akhirnya mencari seorang pacar sewaan agar bisa menyenangkan hari orang tuanya,
akhirnya dipilihlah si Satrio, seorang actor jalanan yang aneh dan idealis.
Berdua mereka pergi ke Yogyakarta, dan disini kelucuan
kelucuan mulai terjadi, mulai dari ayah yang acting sakit demi belas kasihan Si
Didi, Satrio yang berubah nama jadi Rio yang diuji oleh ayah Didi dengan
beragam ujian, termasuk melepaskan semua pakaiannya karena jam kerjanya udah
selesai.
Masalah muncul kala Orang tua Didi tidak hanya menyukai Rio,
seorang dokter bedah plastic, tapi menuntutnya untuk segera menikahi Didi, hal
yang diluar scenario. Hal ini diperparah dengan datangnya nadia, saudara Didi
dan Suaminya, Jerry, menantu kesayangan.
Hmmm, ceritanya bisa sangat mudah ditemui di sekitar kita,
apalagi di suatu daerah atau kota kecil semacam Yogyakarta yang menilai
keberhasilan seseorang tidak dilihat berdasarkan pekerjaan, tapi juga status
apakah seseorang sudah menikah atau tidak. Bagaimana tertekannya sang anak karena
tekanan dari orang tuanya.
Didi juga ttertekan karena perbedaan yang begitu kentara
antara dia dan kakaknya. Bagaimana orangtuanya menuntut terlalu tinggi dan
bagaimana dia berusaha untuk selalu menyenangkan mereka, tuntutan yang justru
membuat dia selalu takut untuk jujur pada dirinya sendiri. Bayangan keluarga
sempurna seperti yang disebutkan ayahnya mengenai Nadia juga pupus karena
keluarga sempurna itu hanyalah topeng yang sebenarnya sangat buruk, tapi kadang
kala orang tua tidak tahu kebenarannya karena yang muncul hanya di permukaan.
Bagaimana ayahnya selalu menyanjung Nana dan suaminya,
bahkan meminta mengurusi perayaan ulang tahun perkawinan mereka, padahal
sebelumnya mereka sudah meminta Didi untuk mengurusnya, hal yang membuat Didi
menjadi berang. Puncaknya adalah Saat jery membongkar kedok Satrio di pesta
perkawinan Ayah dan Ibu Didi.
Orang tua merasa apa yang mereka lakukan selalu benar dan
terbaik bagi anak anaknya tanpa menanyakan apakah anak anaknya menyukai atau
tidak. Hmmmm, sama seperti pengalaman saya menjadi guru, kadangkala murid saya
melakukan banyak hal bukan karena menginginkannya, tapi karena orang tua yang
menginginkannya ddengan segudang alasan dan argument.
Namun
Apakah bisa bahagia dengan hidup terlalu idealis? Hal ini
menjadi sebuah pertanyaan kala terjadi percakapan antaara Didi dan Rio yang
menganggap kalau Ddi selalu pura pura demi menyenangkan orang lain. Pada akhirnya
hidup tidak bisa terlalu idealis, karena apa hasil yang didapat dengan hidup
terlalu idealis seperti Satrio yang semaunya sendri tapi tidak ada hasilnya
sama sekali, namun menganggap dirinya lebih berkualitas daripada artis sinetron
sinetron.
Ya, Satrio yang hidupnya gak jelas tapi mengutarakan
menyukai suka terhadap Didi, dan Didi hanya menantang apakah yang bisa
diberikan Satrio dengan gaya hidup seperti itu untuk menghidupi Didi. Pada
akhirnya menurut saya, hidup tidak bisa terlalu mementingkan diri sendiri, kala
hidup sudah ingin terlibat pada suatu hubungan, maka harus ada suatu bentuk
pengoborbanan dari idelisme untuk mendapatkan kebahagiaan.
Dan acting Ardinia serta Reza sangat bagus menurut saya,
mampu menjiwai, tentu saja dibalut humor yang membuat saya tertawa sih. Dan
Ardinia, oh My God, dia benar benar caantik, memerankan wanita matang yang
anggun , kulit yang eksotik namun mandiri. Menurut saya sih, film ini layak di
tonton, untuk sebuah perenungan aja mengenai keinginan pribadi, suatu
kebahagiaan itu seperti apa. Yah, selamat menonton.
No comments:
Post a Comment