Kali ini saya akan
mereview film berjudul Malam Jumat Kliwon yang dibintangi oleh Luna Maya. Tentu
saja saya tidak akan melewatkan kesempatan untuk melihat seperti apa film
inisetelah sebelumnya Luna maya sukses memerankan Susana pada film Malam satu
suro pada tahun 2019 kalau tidak salah dengan jumlah penonton lebih dari 3 juta
orang.
Film-film Susana memang sudah ikonik sih kalau bagi saya. Apalagi dengan peran peran setan hantu sundel bolongnya. Tidak salah sih kalau Almarhumah Suzanna dianggap sebagai ratu film horror indonesia. Nah, kisah film ini akan kuceritakan (mengandung spoiler, jadi yang belum nonton harus siap-siap mendapatkan bocoran, hehehe).
Filmnya menceritakan
sosok Suzanna yang memiliki kekasih bernama Surya. Namun, karena ayahnya
terjebak hutang dengan Raden Aryo, maka Suzanna terpaksa menikah dengan Raden
Aryo untuk mendapatkan keturunan. Pernikahan mereka berdua menimbulkan
kecemburuan terhadap Minati, istri pertama Raden Aryo yang tidak mampu melahirkan
keturunan. Akhirnya dengan ilmu hitam, Minati berhasil membunuh Suzanna kala melahirkan
di Malam Jumat Kliwon. Hal ini berlanjut dengan Suzanna yang mulai bangkit dari
kubur untuk membalas dendam terhadap keluarga Raden Aryo.
Ada beberapa
catatan yang perlu kukiritisi sih, hehehe. Film ini dari awal bersetting Jawa
Timur tahun 1986. Aku masih penasaran sih , daerah mana ya, di Jawa Timur yang
masih kental orang kayanya baik laki-laki dan perempuannya berpakaian jawa
ningrat gitu, kirain itu hanya ada di kawasan Solo Yogya soalnya. Kemudian
sosok dua satpam Japri dan Rojali yang diperankan Adi Bing Slamet dan Opie Kumis.
La setingnya saja di Jawa Timur, tapi dua orang ini malah pakai bahasa Jakarta,
elu guwe dan berbagai kosakata Jakarta. Telingaku sangat terganggu mendengarnya
karena yam asak di Jawa Timur pakai bahasa dan aksen Jakarta. Yang benar saja.
Atau bolehlah cari pembenaran, mereka berdua dianggap perantau di Jawa Timur
terus bekerja menjadi satpam, tapi ya tetap tidak nyambung. Perantau-perantau
yang saya kenal di Jawa Timur juga pada akhirnya mulai terpengaruh dari logat
maupun bahasa, walau tidak akan bisa menghilangkan akses aslinya. Ini mungkin
menjadi catatan untuk film Suzanna di masa yang akan datang agar dialog maupun
peran ya benar-benar disesuaikan gitu, yah mungkin karena saya di Jawa Timur
sih, bukan di wilayah lain, jadi terasa sekali bahasanya beda banget dengan
yang saya gunakan.
Namun, kehadiran
dua satpam ini memang sangat penting sekali untuk memecahkan suasana agar ada
gelombang-gelombangnya begitu, ada bagian yang menghibur kocak, ada yang bagian
drama, ada bagian horror, ada bagian gorenya, hehehehe. Selain dua satpam ini,
maka kehadiran abang tukang baksonya juga ikonik sih, kalau biasanya kan ingat Suzanna
ingat “bang, satenya bang. 1000 tusuk ya bang, wkwkwkkw) maka di film ini beli
bakso 10 mangkok, eh 20 mangkok sih dan langsung habis wkwkwkkwkwkwk. Jadi antara
horror dan kocak jadi satu.
kemudian adegan Suzanna
disantet sebelum akhirnya meninggal. Entah kenapa bagiku kok terlalu cepat ya,
dari yang dikerubungi ular, yang kedua kesedak rambut panjang, entah, bagiku
kurang makjleb aja. Bukan berarti kurang horror ya, tapi kayak kurang aja, aku
pribadi mengharapkan ada beberapa adegan lagi yang menunjukkan bahwa Suzanna
sedang disantet sehingga pas dia ketemu dengan Surya dan mengatakan dia
disantet itu jadi kayak kuat banget. Atau bolehlah kalau dua adegan saja , tapi
atmosfernya dibuat lebih kerasa yang menunjukkan bahwa memang dia sedang
disantet gitu. Itu belum aku rasakan. Nama Suzanna sendiri aku bingung, film
aslinya apay a menggunakan nama Suzanna ya? mau bongkar-bongkar di youtube kok
malas, wkwkwkwkw. Soalnya begini, seting tahun 1986 dan situasi di pedesaan,
itu kayak gak mungkin sih ada orang tua yang memberi nama Suzanna kepada anak
gadisnya. Kalau kondisinya di kota masih oklah masih ditemukan, tapi kalau di
desa , susah banget aku melogika ada keluarga desa terpencil yang memberi nama
Suzanna kepada anak perempuannya. Tapi ya sudahlah.
Adegan pembunuhan
baik dari para dukun, keluarga Raden Aryo dan para centheng-centhengnya kok aku
merasa terlalu kepanjangan ya? hihihihi selera juga sih ya. bagiku bagian ini
kayaknya bisa di ringkas sih, dan dibangun suasana horror. Sepanjang adegan,
aku merasakan adegan menyeramkan kok gak ketemu, atmosfernya beda dengan
atmosfernya film Suzanna. Di sini , terutama bagian akhir lebih kayak adegan
slasher atau bertarung yang , yah tidak ada nuansa horror sih. Padahal menonton
film Suzanna yang dipikiran adalah adegan yang mistis dan menyeramkan, namun
aku tidak menemukan aura sekuat itu di film ini.
Di film ini juga
kayaknya ada sedikit perbedaan bagaimana Suzanna bangkit dari kubur versi lama.
Di film ini karena ada semacam iblis yang menggoda Surya untuk membantu
menghidupkan Suzanna dengan syarat bayi Suzanna diberikan kepada iblis itu pas
di Tengah hutan. Seingatku sih dulu tidak seperti itu, tapi pas adegan ini
memang suasananya menyeramkan sih. Di Tengah hutan gelap gulita, Surya yang
bucin banget dengan Suzanna dan suara yang tidak keliatan wujudnya menggoda
iman Surya untuk bersekutu dengan imbalan nyawa bayi Suzanna. Feelnya dapat
banget secara horror hehehehe.
Ada bagian yang
aku kemudian bertanya. Saat Suzanna meninggal masak tidak ada satu wargapun
yang tahu. Ok, memang Minati menguburkan jenasah Suzanna diam-diam biar tidak
ada yang tahu, tapi kayak tidak logis. Ingat, ini setingnya adalah tahun 80an
dan kehidupan di desa. Kehidupan di desa masyaratnya sangat terikat erat secara
sosial, sehingga kejadian apapun di desa biasanya dengan segera akan langsung
tahu. Apalagi ini yang meninggal adalah sosok istri muda seorang tuan tanah
kaya di desa, hal yang sangat mustahil tidak ada orang desa yang curiga kalau
sosok istri muda tiba-tiba lenyap dari hirup pikuk desa tanpa alasan yang
jelas. Di film hanya menjelaskan orang tua Suzanna sudah dibelikan rumah di
Surabaya dan diberitahu kalau anaknya meninggal waktu melahirkan, ok sampai
disini masih logis. Tapi bagaimana dengan penduduk desa dengan segala kenyinyirannya?
Tidak mungkin menutup rapat-rapat kematian seorang istri juragan kaya raya
tanpa menimbulkan pertanyaan? Bagian ini menciptakan sebuah lubang pertanyaan
yang tidak logis jadinya. Kecuali kalau kondisinya di perkotaan yang masyarakatnya
lebih individualis, maka saya sih percaya-percaya saja.
Namun, suasana
tahun 80an bagiku masih ok-ok saja , masih terjaga dengan baik, baik dari style
baju, rambut maupun motor. Yup, motor maupun mobil yang digunakan berseliweran
di film ini menggambarkan kondisi di era itu, jadi ok-ok saja.Alur cerita selama
2 jam lebih bagiku tidak membosankan karena idenya benar-benar runtut dari awal
sampai akhir jadi berbagai pertanyaan yang aku sampaikan tadi masih ok lah
untuk diabaikan. Ending film ini justru
membuatku berpikir jangan-jangan bisa menciptakan sekuelnya mengingat Suzanna bisa
dikalahkan karena ditusuk paku kayu di ubun-ubunnya. Tau sendiri kan legenda
sundel bolong atau kuntilanak ya, yang dia berwujud manusia namun bis aberubah
menjadi setan jika paku kayu di ubun-ubunnya dilepas. Menarik sih ini untuk
ditunggu apakah akan ada kelanjutannya atau tidak.
Acting para
pemainnya menurutku ok, baik dari Luna Maya , Achmad Megantara, Tio Pakusadewo
maupun Sally Marcelina, mereka mampu menciptakan chemistry yang diharapkan. Apalagi
bagian agak aneh sebenarnya adalah antara Megantara dan Luna Maya mengingat
selisih usia mereka cukup jauh, namun bisa menciptakan ikatan batin yang kuat
di film ini. Kalau saya beri nilai dari 1-10 maka film ini aku beri nilai 7,5
saja. Film ini masih sangat rekomendasi kok, dengan adegan adegan slaser yang di
film Susana sebelumnya kayaknya tidak sesadis ini, tapi untuk ukuran film indonesia,
slashernya masih bisa dinikmati sih. Bagaimana penilaian kalian? Silahkan komen
di bawah ya.
No comments:
Post a Comment