Judul Buku :
Gayatri Rajapatni
Pengarang :
Earl Drake
Tahun terbit :
2012
Penerbit : Ombak
Jumlah halaman :
192 halaman
Siapa yang paling berjasa di era Majapahit? Semua orang
pasti akan berpikir tentang tokoh Gajah Mada selaku mahapatih. Tapi ternyata
tokoh yang berjasa bukan hanya dia dalam memajukan Majapahit, ada tokoh lain
yang juga memiliki peranan berti dalam membesarkan Majapahit, setidaknya itu
menurut Earl Drake.
Sang pengarang merupakan merupakan seorang mantan duta besar
Kanada untuk Indonesia tahun 1982-1983. Dia memiliki ketertarikan yang luar
biasa besar dengan budaya dan sejarah di negara negara di tempat mana dia
ditugaskan, tak terkecuali di Indonesia. Bahasan mengenai sejarah gemilang
Indonesia tidak akan terlepas dengan kejayaan Majapahit, namun dia mengambil
sudut lain dari para tokoh kebanyakan. Jika ahli ahli lain selalu mengacu pada
tokoh Gajah Mada sebagai tokoh besar yang memajukan Majapahit, maka dia memilih
tokoh lain yang seolah-olah posisinya tenggelam tapi sebenarnya punya dampak
yang besar bagi Majapahit.
Dialah Gayatri. Membaca buku ini, membuka pikiran baru saya
bahwa sosok gayatri bukan sekedar sosok ratu semata. Tentu saja sumber utama
buku ini adalah dari pararaton dan Negarakertama, ditambah dengan karya Slamet
Mulyana dan sumber sumber lain, tapi setidaknya membuka wawasan saya pribadi
tentang sosok ini. Gaya bahasa yang digunakan dalam buku ini bukan seperti buku
pengetahuan, tapi naratif mirip novel,
sehingga kita akan membacanya dengan nyaman dan tidak terkesan kaku.
Buku ini berisi 10 bab, dimulai dari bab akhir kerajaan
Singasari hingga kejatuhan Gajah Mada akibat perang Bubat. Gayatri muda sejak
awal sudah digambarkan sangat terpelajar dan haus akan ilmu pengetahuan, dia
menjadi teman diskusi ayahnya, Kertanegara mengenai masalah kerajaan maupun
tentang ilmu pengetahuan.
Di sisi lain, saat itu, sedang terjadi ancaman dari dua
sisi, ancaman dari Mongol dan ancaman dari Kediri. Mongol yang merupakan
imperium terkuat dunia saat itu menginginkan penundukan diri Jawa dalam bentuk
upeti bukan sebagai rekan sederajat, sementara disisi lain, ada ancaman dari Kediri
yang ingin menguasai kembali tahta, walau Kertanegara akhirnya melakukan
pernikahan politik anak keduanya dengan Ardaraja, putra dari Jayakatwang.
Untuk membendung ancaman Mongol, Singasari melakukan
persekutuan dengan Champa dan Melayu untuk menghadang Mongol. Selain itu dia
melakukan ritual tantri kiri yang cenderung diluar batas. Ajaran yang
melegalkan persenggamaan secara bebas, hal yang diyakini ritual gaib ini akan
bisa mengalahkan kekuatan Mongol, karena Kubilai Khan juga dikabarkan melakukan
ritual sejenis untuk kejayaannya.
Kisah ekspedisi pemalayu akhirnya justru menjadi boomerang karena
sang besan melakukan penyerangan besar besaran ke Singasari,s ementara sang
menantu, Ardaraja, akhirnya membantu ayahnya untuk itu. Kertanegara dan sang permaisuri
dan beberapa warga keraton dibunuh sewaktu melakukan ritual tantri. Hmmm dalam
buku buku pelajaran biasanya hanya disebutkan kalau mereka dibunuh saat sedang
melakukan pesta, baru di buku ini pikiran saya dibukakan bahwa ini bukan
sekadar pesta , tapi merupakan pesta keagamaan dimana di dalamnya ada unsur
seksualitas untuk tujuan spiritual, dan dibantu para yoginis yang langsung di
datangkan dari Champa.
Kisah selanjutnya bagaimana akhirnya Wijaya berpura pura
takluk dan kemudian melakukan serangan balik ke Kediri dengan bantuan Mongol.
Saya tidak akan membahas terlalu panjang hal hal yang sudah diketahui secara
umum dari buku pelajaran, saya tertarik hal hal yang tidak ada dalam buku buku
pelajaran, termasuk di dalamnya adalah mengapa Mongol bisa kalah.
Disini ternyata dijelaskan bahwa Mongol kalah karena sejak
awal mereka sudah kelelahan dan kekurangan logistic akibat Champa menolak
mereka berlabuh terlalu lama di pelabuhan mereka. CHampa merupakan sekutu Jawa
untuk menghadang posisi Mongol. Situasi bertambah rumit karena siasat licik
dari Wijaya. Kisah penyerbuan Mongol ke Jawa memiliki cerita yang berbeda
antara versi Jawa dengan Cina. Dalam manuskrip mereka, kisahnya ditulis bahwa peperangan
terjadi Wijaya membunuh dua panglima mereka, sementara kisah dari Jawa berbeda.
RHal ini bisa dden Wijaya menjanjikan putri Daha dibawa ke CIna sebagai upeti,
tapi putri jawa akhirnya meninggal bunuh diri. Hal ini maklumi dan Earl Drake
akhirnya memunculkan sebuah hipotesis , dimana ini juga untuk menutupi rasa
malu dari Cina sehingga membuat kisah yang berbeda dari yang ada di Jawa.
Posisi Gayatri yang akhirnya menjadi ratu juga menjadi daya
tarik saya, dari empat istri Wijaya, hanya Gayatri yang diberikan gelar
Rajapatni, istri Raja. Sementara dua istri lain, yaitu dua saudara diatas
Gayatri seolah olah hilang dari kisah sejarah. Earl Drake membuat suatu
hipotesis bahwa dua putri kertanegara tersebut mengalami sesuatu yang sangat
brutal selama diangkut ke Kediri sehingga secara kejiwaan mereka tidak akan
bisa normal lagi, namun mereka tetap dikawini diatas kertas untuk menjaga
posisi sementara.
Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa selama Wijaya
memerintah, dia mendapat bantuan teman diskusi dalam menyelesaiakan masalah
kerajaan dari Gayatri. Hal yang sama tidak terjadi kala Jayanegara naik tahta,
bahkan Jayanegara mengambil keputusan berani dengan berpindah kepercayaan dari
budhisme menjadi penganut Wisnu dan ingin dianggap sebagai dewa juga. Jayanegara digambarkan sebagai raja yang
ringkih dan seenaknya sendiri, tidak mengikuti aturan.
Pada satu titik , Gayatri secara tidak langsung juga
memerintahkan Gajah Mada untuk menyingkirkan Jayanegara karena menghalangi dua
putrinya untuk menikah karena direncanakan untuk dinikahi Jayanegara sendiri
(walau secara aturan tidak mungkin) .Pernikahan mereka dengan para pangeran lain akan dianggap akan membahayakan posisi Jayanegara
sebagai Raja. Gayatri selama menjadi ibu suri, ratu, selalu berdiskusi dengan
Gajah Mada untuk memajukan Majapahit. Gayatri sangat terkesan dengan kemampuan
gajah Mada walau secara kelas social kala itu dia adalah seorang dari sudra.
Posisinya sebagai sudra jugalah yang membuat Gajah Mada
ditertawakan pejabat keraton kala dia mengucapakan sumpah palapa untuk
menyatukan seluruh Nusantara. Gajah Mada digambarkan dengan karakter yang keras kepala dan tidak sabaran. Hal ini
menjadi bumerang bagi dirinya saat terjadi peristiwa bubat. Hal yang
mengakibatkan kejatuhan karir politiknya. DIsaat yang bersamaan juga menggugah
Hayam Wuruk untuk menjadi raja yang berani ambil keputusan sendiri dan makin
dewasa, tidak lagi tergantung dengan Gajah Mada.
Di bab tentang naiknya Tribuana menjadi ratu, itu merupakan
jalan tengah yang diambil karena di saat Jayanegara meninggal maka para pangeran jawa mulai mencari
kesempatan untuk merebut kekuasaan. Jalan satu satunya adalah dengan menaikkan
posisinya Tribuana. Gayatri tidak bisa
menjadi ratu karena dia dianggap symbol dari Singasari, sementara Tribuana adalah
keturunan dari WIjaya setidaknya dia merupakan representasi dari Majapahit,
bukan dari Singasari.
Di bab tentang hubungan dengan negara negara luar, maka ada
hubungan yang berbeda antara Cina dan India. Jawa tidak pernah bermusuhan
dengan Cina, saat terjadi permusuhan dengan Mongol, maka itu karena Mongol
menganggap Jawa adalah Kerajaan yang harus tunduk, bukan kerajaan yang memiliki
posisi setara. Begitu Dinasti Mongol runtuh , maka otomatis hubungan Antara
Jawa dan Cina kembali keposisi semula, yaitu kearah perdagangan. Sementara
dengan India, sangat erat hubungannya dengan kebudayaan. Fakta sejarah bahwa
Pangeran Ajicaka dari India yang mengenalkan bahasa sansekerta dan huruf
palawa, begitu juga dengan kebudayaan Hindu Budha membuat Jawa tidak bisa
melepaskan diri dengan India. Di buku ini juga muncul seorang Frater bernama
Frater Odoric yang berupaya mengenalkan agama Kristen , namun pejabat kerajaan
Majapahit tidak tertarik dengan agama itu, justru Frater Ordorik yang terkesan dengan kebudayaan majapahit. Dia menjelaskan
mengenai istana majapahit yang sangat mewah (hal. 59).
Di bab tentang penaklukan Bali, dijelaskan bahwa Majapahit
ingin menjaga budayanya karena di saat yang bersamaan , agama islam mulai
menyebar dan menimbulkan kekuatiran dari Gayatri (hal 132) . DIa kuatir jangan
jangan ramalan Jayabaya akan menjadi kenyataan bahwa Jawa dan pulau sekitarnya
akan dipimpin oleh bangsa dan agama asing dalam waktu yang lama namun nantinya
akan kembali terbebas dan berpulang ke tradisi peninggalan Hindu budha mereka.
Dengan menguasai Bali, Gayatri ingin membuat suatu Benteng budaya, setidaknya budaya Hindu budha Majapahit akan terjaga karena posisi Bali
sebagai tempat kecil yang jauh dari jalur perdagangan akan memungkinkan Bali
mampu menjaga kemurnian Budayanya. Awalnya pemerintahan dilakukan oleh orang
orang Jawa, namun akhirnya dikembalikan ke bangsawan bangsawan Bali untuk
mendapatkan kepercayaan rakyat setempat.
Sebelum akhirnya meninggal, Gayatri sudah menyiapkan
langkah-langkah agar sang raja dapat mengambil keputusan dengan benar dengan
membentuk suatu dewan yang terdiri dari para bangsawan utama. Gayatri meninggal
di usia 76 tahun sementara Wijaya meninggal di usia 46 tahun. Di buku ini
dijelaskan bahwa rata rata usia pria kala itu adalah 40 tahun saja, artinya
WIjaya sudah lebih dari 6 tahun dari
usia rata rata umumnya kala itu. Kita orang modern selalu menganggap bahwa
orang jaman dulu memiliki usia yang selalu panjang panjang, tapi di sini
ternyata tidak seperti itu.
Saya suka dengan posisi Majapahit, yang terletak antara
pelabuhan dan pedalaman Kali Brantas. Posisinya benar benar strategis, di
daerah pusat pertanian sekaligus dekat dengan pelabuhan utama kala itu. Hal
yang sudah di pikirkan masak masak sewaktu Majapahit baru dibentuk oleh Wijaya
dari sebuah hutan Tarik.
Membaca buku ini membuka pemahaman baru tentang sosok
gayatri. Kita akan kembali berpikir bahwa Majapahit bisa berkembang bukan
karena Gajahmada seorang, tapi ada tokoh lain yang sudah dipersiapkan matang
dengan segala kemampuannya, namun terhalang oleh jenis kelaminnya. Akhir kata
selamat membaca
No comments:
Post a Comment