Judul buku :
The 7 Habits of Highly Effective People versi Semar dan Pandawa
Pengarang :
Pitoyo Amrih
Penerbit :
Pinus Book Publisher Yogyakarta
Tahun terbit :
cetakan 1 Januari 2008
Tebal halaman :
227 Halaman
Dalam dunia wayang, ada beberapa prinsip utama, yang pertama
adalah prinsip bahwa semuanya berawal dari sang pencipta. Hal ini bisa dilihat
bahwa awalnya ada sosok yang bernama sang Hyang Tunggal yang merupakan cikal
bakal para dewa , kemudian dia tiga anak memiliki anak yang ibunya merupakan
suatu misteri besar, masing masing bernama Sang Hyang Tejamaya yang kelak menempuh
jalan menjadi bangsa manusia bernama Togog dan mengembara menjadi punggawa dari
raja raja yng memiliki karakter buruk. Anak berikutnya adalah Sang Hyang Ismaya
yang kelak menjadi manusia dan mengabdi pada raja raja yang memiliki karakter
terpuji. Anak terakhir adalah Sang Hyang Manikmaya yang kelak akan menjadi
pemimpin para dewa di Jonggring Saloka.
Prinsip berikutnya adalah prinsip bahwa semua akan berakhir
pada sang pencipta. Hal ini bisa dilihat bahwa para dewa yang menitis menjadi
manusia seperti Togog dan Semar yang memilih jalan kematiannya menjadi manusia.
Prinsip berikutnya adalah prinsip betapa sedikit yang kita tahu. Hal ini
tercermin dari percakapan antara Manikmaya, Ismaya dan Tejamaya dimana Manikmaya
sebagai yang bungsu digambarkan sok tahu dalam segala hal sehingga diberi
pertanyaan tentang asal usul kehidupan dan tidak mampu dijawabnya dengan baik
namun pada akhirnya justru menciptakan jarak pribadi antara Tejamaya dan Manikmaya.
kemudian ada prinsip bahwa semua pastilah berawal dari sebuah kesederhanaan.
Hal ini diperjelas bahwa segala sesuatu dibuat dari kreasi mental baru ke
kreasi fisik, misalnya rumah (fisik) dibentuk dari rencana (kreasi mental). Hal
ini bisa dilihat dari percakapan antara Tejamaya dan Ismaya. Ada prinsip
tentang keseimbangan dimana alam akan membentuk keseimbangan baru karena
perilaku manusia, misalnya ada kebakaran hutan karena ulah manusia, atau
peristiwa banjir dan pemanasan global merupakan suatu cara yang dibuat alam
agar terjadi keseimbangan.
Ada prinsip yang menyatakan bahwa semua tak pernah sama. Bahwa
hukum alam apa yang kita kira sama dari dulu sampai sekarang , ternyata muncul
dengan cara yang berbeda. Kemudan ada prinsip bahwa manusia tak pernah sama. Dalam
pembicaraan antara Semar dan Bagong, dimunculkan bahwa manusia dari lahir
hingga mati akan mengalami perubahan, baik itu fisik, pikiran maupun hati. Ada prinsip
hukum tanam. Hal ini sesuai dengan pikiran Covey yang menyatakan bahwa tanamlah
gagasan maka petiklah tindakan, tanamlah tindakan, petiklah kebiasaan. Tanamlah
kebiasaan, petiklah watak. Tanamlah watak , petiklah nasib. Ini merupakan hal
yang sudah diterima oleh dunia sekalipun. Dalam dunia wayang juga dtemukan
prinsip bahwa semua tak akan pernah sia-sia. Hal ini tercermin dari pembicaraan
antara Manikmaya dan Semar. Semar memercayai bahwa apa yang dilakukannya itu
tidaklah sia sia karena memang demikianlah hukum alamnya. Ada prinsip tidak
semua selalu terlihat seperti yang terlihat. Ini bisa dilihat saat Semar
mengabdi pada raja Arjunasasra tapi diremehkan oleh patihnya yang bernama
Sumantri akibat penampilan Semar yang buruk rupa, namun karena kebijaksanaan
Semar maka Sumantri mengakui kehebatan Semar.
Dalam dunia wayang ada prinsip bahwa hidup ini adalah sebuah
perjalanan dan didunia ini kita sekedar mampir tak lama. Hal ini sangat sesuai
dengan pepatah jawa yang dikenal dengan mampir
ngombe. Karena zaman dulu orang Jawa selalu menyediakan air di depan rumah
untuk para pengembara. Ada prinsip manusia bebas memilih , tapi konsekuensi
atas pilihan itu akan selalu terikat hukum alam. Hal ini bisa dilihat dari Sumantri
yang membunuh adiknya Sukasrana karena tidak suka dengan adiknya namun berpura
pura suka karena tahu kehebatan Sukasrana yang dapat membuat taman indah bagi
Arjunasasra, tapi konsekuensi itu adalah Sumantri terus dliputi perasaan
bersalah karena telah membunuh adiknya sendiri.
Dalam dunia wayang juga ada prinsip hidup untuk saling
mencintai. Misalnya Arjunasasra demi menghindari banjir yang melanda
kerajaannya membangun bendungan namun mengakibatkan banjir parah di Alengka
sehingga Rahwana akhirnya menyerang Arjunasasra dan menghancurkan bendungan
itu.
Ada tujuh kebiasaan yang dibahas dalam buku ini dan persis
seperti yang dlakukan oleh Covey. Pada bab 2 dijelaskan mengenai kemenangan
Pandawa. Kemenangan pandawa ini karena mereka mampu melakukan tujuh kebiasaan
utama sehingga bisa memenangi pertempuran. Tujuh kebiasaan yang dalam covey
terbagi menjadi tiga bagian pokok, tiga kebiasaan yang pertama berhubungan
dengan kemanangan pribadi, tiga kebiasaan berikutnya berhubungan dengan
kebiasaan public sehingga tercipta suatu tergantungan. Dan kebiasaan yang
ketujuh adalah cara untuk mempertahankan suatu kualitas dari kebiasaan
kebiasaan sebelumnya yang dalam covey disebut sebagai ‘mengasah gergaji”.
Kebiasaan yang pertama adalah sikap proaktif. Hal ini
dijelaskan bagaimana contoh proaktifnya orang jawa pada diri Semar. Menurut covey,
cirri orang proaktif adalah orang yang selalu menerima tanggung jawab atas
perilakunya dan merespon setiap stimulus dengan merujuk pada nilai nilai yang
dia anut walau itu akan mencelakakan temannya atau terasa pahit di dengar orang
lain. . Kita bisa melihat pada perilaku semar. Semar melihat pertarungan antara
Bambang Panyukilan dan Bambang Sukati. Dua orang sakti di dunia wayang dari
bangsa jin dan gandarwa yang sombong mengenai kesaktiannya. Tapi mereka berdua
tidak ada yang menang dan kalah sehingga Semar memutuskan turun tangan dan menyembuhkan mereka saat melewati medan pertarungan itu. Semar
hanya focus pada lingkaran pengaruhnya, yaitu apa yang bisa diperbuatnya untuk
mempengaruhi orang, yang itu merupakan salah satu cirri orang proaktif. Dan dua
orang ini kelak berganti nama menjadi Gareng dan Petruk.
Determinisme seperti ini, kalau merujuk pada covey dibedakan
menjadi empat, yaitu determinisme genetic yaitu respon yang terjadi karena
faktor keturunan Dalam dunia wayang
dicontohkan seperti Lesmana Mandrakumara yang selalu berkeluh kesah dan
menyesal bahwa dia adalah anak suluh prabu Duryudana. Determinisme yangkedua
adalah determinisme psikis, yang terjadi karena didikan dan perlakuan orang tua
terhadapnya. Ini bisa dicontohkan seperti Gatotkaca yang dididik untuk menjadi
mesin pembunuh dari musuh orang tuanya sedikit banyak mewakili pola ini. Determinisme
yang ketiga adalah determinisme lingkungan
yang terjadi karena pengaruh lingkungan terhadapnya. Misalnya Raden Jayadrata
yang berwatak satria karena dididik para sesepuh dan resi pilihan negeri Sindhu
namun karena mulai mengenal Kurawa dia mula tergoda dengan gaya hidup Kurawa,
apalagi setelah menikah dengan satu satunya perempuan Kurawa Dewi Dursilawati,
maka dia menjadi semakin patuh dan tak kuasa menolak perintah Duryudana.
Untuk menjadi semakin proaktif, maka covey mengajarkan agar
manusia memanfaatkan empat anugerah manusiawi yang ada dalam diri manusia,
yaitu kesadaran diri (awareness), imajinasi, suara hati, dan kehendak bebas
(independent will).
Kebiasan yang kedua adalah Begin with end in mind yang bisa
kita pelajarai dari misi Yudistira. Kebiasan ini berhubungan untuk membawa diri
agar dapat memimpin kepada hal hal yang benar. Karena memimpin selalu diawali
dengan dua hal yaitu kreasi mental dan kreasi fisik. Misalnya sebelum membuat
rumah kita harus membayangkan dulu dalam pikiran kita. Contoh sederhana dalam Covey
adalah bagaimana kita membayangkan kematian kita kelak dan melihat bagaimana
komentar dari orang orang yang berhubungan dengan kita. Hal ini bisa dilihat dalam dunia wayang yaitu
sosok samiaji atau Yudistira yang rela menerima taruhan dengan Kurawa, bukan
karena kebodohannya, tapi baginya ini merupakan salah satu cara untuk berpegang
pada misinya agar bisa memberikan pencerahan dan pembalajaran pada Kurawa. Bahkan
Samiaji mau diajak berjudi dua kali dengan taruhan istrinya dan negeri Amarta.
Dia tetap berpegang pada prinsip dan
misinya in untuk memberikan kesadaran pada Kurawa walau akhirnya gagal.kit
belajar untuk setiap pada misi kita dengan menuliskan apa yang menjadi misi
kita sehingga kita tidak berbelok pada misi kita. Hal ini dkarenakan peran yang
sealu menyelearasan pada prinsip ini akan mempengaruhi rasa aman (security),
memberikan arahan yang tepat pada pilihan hidup (guidance), memberikan
inspirasi akan kebijaksanaan (wisdom)dan kekuasaan (power) untuk melakukan
sesuatu terhadapnya.
Kebiasaan yang ketiga adalah mendahulukan yang utama yang
kita bisa bercermin pada manajemen ala Kresna. Pada kebiasan ini covey membuat
empat kuadran yang ddasarkan pad aposisi penting dan genting, penting tapi
tidak mendesak, tidak penting tapi mendesak, tidak penting dan mendesak. Kita melihat pada diri Kresna yang banyak
melakukan hubungan dengan raja raja di dunia wayang. Hal ini menjadi sangat
berguna kala terjadi perang antara pandawa dan kurawa. Krisna merupakan seorang
diplomat ulung. Proses diplomasi ini tidak terjadi sekali dua kali, tapi proses
yang terjadi terus menerus. Cara untuk melatih kuadran ini menurut Covey dengan
menempatkan batu besar di dalam bak dulu, baru batu kecil. Batu besar
melambangkan kebutuhan yang penting tapi tidak mendesak, baru setelah itu
memasukkan batu batu kecil. Kegiatan di kuadaran 2 ini disebut juga dengan (big
rocks). Menurut Covey. Salah satu batu besar yang harus dilakukan demi
efektifitas hidup adalah menjalin hubungan baikd engan orang lain yang
diistilahkan dengan menabung di rekening bank emosi (emotional bank account).
Ada enam hal agar kita bisa dianggap menabung pada rekening tabungan emosi
kepada seseorang, yait understanding the individual, attending to the little
thing, keeping the commitments, clarifying expectation, showing the integrity
dan yang terakhir apologizing when you make withdrawal. Tiga kebiasaan yang
pertama ini untuk menjadi orang yang efektif dan membawa dri kita dari
ketergantungan menjadi kemandirian.
Kebiasaan yang keempat adalah kebiasaan menang-menang. Hal ini
bisa dilihat dari reaksi bahwa pandawa kalah main dadu sehingga harus
mengasingkan diri selama 13 tahun. Dilihat secara sementara ini adalah pola
kalah menang, tapi pandawa berpikir yang lain bahwa ini adalah posisi menang
menang karena bisa jadi selama 13 tahun pengembaraan akan banyak memberikan
manfaat bagi mereka untuk menjadi pemenang di kemudian hari pada saat terjadi
perang atau menjadi penguasa karena mereka begitu dekat dengan kehidupan rakyat
jelata. Orang yang memiliki keberanian rendah dan kemuan yang rendah akan
terbawa pada kondisi kalah kalah. Orang yang memiliki keberanian rendah tapi
pertimbangan yang baik akan pada kondisi kalah menang. Pemikiran yang ada pada
yudistira ada tiga wawasan yang mendasari prinsip menang menang yaitu watak
kematangan, sikap mentalitas yang berkelimpahan, daintegritas yang ditunjukkan
yudistira bahwa misinya salah satunya adalah menyadarkan Kurawa dengan jalan
Damai.
Kebiasan yang kelima yaitu mengerti dulu sebelum dipahami
orang lain, yang bisa dipelajari dari sosok Bima dan Arjuna. Mereka berdua mau
untuk ikut dalam pengembaraan , padahal yang kalah berjudi adalah Yudistira. Mereka
tidak ikut bersama sama dengan Yudistira karena akan membongkar identitasnya
jika satu keluarga selalu bersama sama, dan mereka mengubah namanya dan berbaur
dengan kaum rakyat jelata. Bima menjadi seorang tukang jagal, dan arjuna
menajdi seorang guru tari. Cara untuk memahami adalah dengan mendengar pada
tingkat kelima yaitu ketika mampu mendengar dengan penuh empatik. Sementara empat
klasifikasi sebelumnya itu kurang mampu memahami dengan baik, yaitu mendengar
tapi mengabaikan, mendengar tapi pura pura, mendengar secara selektif, dan mendengar
dengan penuh perhatian,
Kebiasaan yang keenam adalah adanya sinergi persaudaraan
pandawa. Hal ini ditunjukkan bahwa Pandawa sebagai keluarga berisi lima
orangmemiliki karakter yang berbeda beda, dan jutru perbedaan karakter inilah
yang menjadi modal kekuatan saat berperang melawan Kurawa.
Kebiasaan yang ketujuh adalah kebiasaan “mengasah gergaji”
bahwa gergaji haruslah selalu diasah agar selalu tajam, bukan dipakai terus
menerus karena hasilnya tidak akan sempurna dan membuang waktu. Hal ini berhubungan
dengan produksi dan kapabilitas produksi. Produksi dicontohkan dengan kayu, dan
kapabilitas produksi adalah gergajinya. Dalam hidup, antara produksi dan
kapablitas produksi harus dilaksanakan seimbang, jika dilakukan secara tidak
seimbang harsil tidak akan maksimal.Contoh sederhana dalam dunia wayang bagaimana
kapabilitas produksi tidak seimbang dengan produksi adalah saat Dorna melihat
lebih penting menjaga perasaan Arjuna dan mengorbankan orang yang lain yang
mungkin belum dikenal tapi mengorbankan keaktiannya. Dia mengorbankan ekalaya
dengan memintanya memotong ibu jari ekalaya, padahal ekalaya seorang pemanah
handal. Mau dlatih sehebat apapun maka Ekalaya akhirnya tidak akan pernah
menajdi pemanah sangat handal karena hilangnya ibujari tersebut. Ilustrasi yang
paling tepat adalah antara angsa petelur emas yang akhirnya dibunuh oleh
tuannya yang tidak sabaran. Ada empat dimensi dalam dri kita agar kita dapat
mengasah gergaji, dimensi yang pertama adalah dimensi fisik misalnya menjaga
tubuh agar selalu bugar, olahraga. Dmensi yang kedua adalah dimensi mental,
misalnya membaca buku, berdiskusi dengan orang lain tentang apapun itu. Dimensi
yang ketiga adalah dimensi spiritual, misalnya dengan doa, selalu hadir dalam
kegiatan keagamaan, menonton film drama yang berkualitas, dan dimensi social misalnya
selalu interaksi dengan banyak orang, sekedar tersenyum menyapa, itu contoh
dasar.
Kebiasaan yang kedelapan merupakan tambahan karena covey
sudah memasukkan kebiasaan baru, yaitu kebesaran jiwa. Kebiasaan ini akan
membawa kita pada kebesaran jiwa yang diharapkan membatu kita untuk menempuh
sebuah perjalanan akan pencarian suara hati kita. Panggilan hidup ini bagi
setiap orang bisa berbeda beda. Suara hati akan terdengar dari bertemunya
talenta, hasrat, kebutuhan dan hati nurani. Ada tiga paradigm dalam diri
manusia yaitu mind, heart, dan bodykapasitas manusia itu adalah learn, to love
dan to live dan suara yang membawa kepada manusia yang unik adalah talent,
passion dan need. Anugeerah yang dimiliki manusia berhubungan dengan
imagination, self awareness dan independent will. Dan kebutuhan hakiki manusia
berdasar pada growth and development, relationship dan survival. Ini semua berpusat
pada mind, heart dan body.
Itulah tujuh (atau delapan) kebiasaan yang bisa dilihat dari
kisah pewayangan yang merupakan budaya kita. Dan bagi saya buku ini memberikan
wawasan baru karena tanpa prilaku prilaku dalam tujuh kebiasaan ini ternyata sudah
teerlihat dari kisah pewayangan yang telah menjadi bagian dalam hidup kita
sebagai orang Jawa khususnya. Akhir kata, selamat membaca.
No comments:
Post a Comment